Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cara ABC WoodenToys Lindungi Penyandang Disabilitas:Beri Ruang Berkreasi hingga Proteksi di Masa Tua

ABC WoodenToys adalah produsen mainan edukatif berdiri sejak 14 Mei 2003, dan Rita beserta sang suami berkomitmen merangkul penyandang disabilitas .

Penulis: Isti Prasetya
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Cara ABC WoodenToys Lindungi Penyandang Disabilitas:Beri Ruang Berkreasi hingga Proteksi di Masa Tua
Dokumentasi ABC Wooden Toys
Satu di antara karyawan penyandang difabel di ABC Wooden Toys saat mengampelas bagian mainan edukatif beberapa waktu lalu. 

"Kami berkomitmen memberikan kesempatan kepada teman-teman berkebutuhan khusus untuk bisa berkarya di sini, dari awal kami ingin ada karyawan dari penyandang disabilitas, jadi sekalian membuat lapangan kerja untuk mereka,” lanjutnya.

Rita menceritakan, ada masa pendampingan intensif selama 6 bulan, hingga akhirnya karyawan disabilitas tersebut bisa bekerja secara mandiri.  Setelah proses adaptasi dan pembelajaran yang tak henti, karyawan penyandang difabel di ABC WoodenToys kini bisa jadi andalan.

ABC WoodenToys sudah bisa memproduksi ratusan APE dengan penjualan di seluruh Indonesia maupun mancanegara dengan 10 karyawan tetap, 4 karyawan di antaranya adalah penyandang difabel.

Keempat karyawan penyandang difabel tersebut ada di bidang produksi.

"Yang difabel namanya  Mas Agus, Mas Topan, Mas Bagus, dan Mas Suryadi," kata Rita.

Rita dan suami ingin menepis anggapan kaum difabel tidak bisa bekerja dengan baik di dunia kerja.

"Sebenarnya untuk kualitas hasil produksi sama saja, malah teman-teman (disabilitas) bisa lebih fokus dan tekun untuk mengerjakan sesuatu, hanya harus pelan-pelan dan satu per satu," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Meski demikian, target pembuatan APE sebanyak 300 - 400 buah per bulan bisa dipenuhi tanpa ada kendala. “Pas peak season dan kejar target pameran, kami bisa produksi hingga 1.000-an buah mainan edukatif, itu juga bisa terpenuhi tanpa harus ngoyo atau membebani karyawan,” jelas Rita.

Stigma lain yang ingin ia ubah adalah penyandang difabel sering dianggap jadi beban keluarga karena tak bisa mandiri di kehidupan sehari-hari.

“Beberapa karyawan kami sudah terbukti tidak jadi beban bagi keluarga, bahkan bertransformasi jadi tulang punggung keluarga.”

“Misalnya Mas Topan, ibunya adalah buruh cuci pakaian, sekarang setelah Mas Topan settle di sini, ia sudah bisa “memaksa” sang ibu untuk mengurangi pekerjaannya sebagai buruh cuci dengan memberikan ke keluarga gaji yang ia terima dari sini,” terang Rita.

Contoh lain adalah Agus yang baru saja membeli sebuah sepeda motor seharga puluhan juta secara tunai.

“Saya dan suami tentu senang, teman-teman itu bisa membantu keluarga dan bahkan beli motor secara cash,” kata dia.

Rita dan suami tak ingin lulusan SLB hanya berakhir menjadi pengamen atau pengemis tanpa bisa memanfaatkan keahlian yang didapatkan ketika bersekolah di dunia nyata.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas