Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Testimoni Agung Rai: Tak Mudah Jadi Wakil Rakyat

Eksistensi seseorang di dunia politik antara lain ditandai dengan menjadi pejabat publik baik di eksekutif atau pun di legislatif.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Testimoni Agung Rai: Tak Mudah Jadi Wakil Rakyat
HO
I Gusti Agung Rai Wirajaya (kanan). 

Ada fenomena menarik pula, kalau ada wakil rakyat datang ke daerah pemilihan atau konstituen tapi tidak membawah "oleh-oleh" maka tidak akan dianggap, dan di pemilu berikutnya terancam tidak akan dipilih lagi. 

Sebab itu, ketika seorang calon anggota legislatif (caleg) terpilih di pemilu, begitu dilantik menjadi wakil rakyat maka yang pertama kali berkecamuk dalam benak mereka adalah bagaimana caranya supaya bisa cepat balik modal. Kalau sudah balik modal, bagaimana caranya mencari modal baru untuk pemilu berikutnya. 

Akhirnya terjadi lingkaran setan. Wakil rakyat korupsi untuk "money politics" atau diberikan kepada rakyat, padahal yang dikorupsi seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah uang rakyat. 

Fenomena money politics ini terjadi terutama menimpa wakil rakyat yang jarang turun ke bawah, atau sekali dua turun ke bawah hanya menjelang pemilu.

Sedangkan wakil rakyat yang rajin turun ke bawah seperti dirinya lebih mengutamakan program kerja untuk mendulang suara rakyat, dan hal yang demikian itu sah adanya. 

Terbukti, Agung Rai berhasil terpilih menjadi wakil rakyat selama lima periode berturut-turut tanpa money politics.

Yang lebih berat adalah wakil rakyat yang duduk di komisi atau Alat Kelengkapan Dewan (AKD) tertentu. Godaan di komisi yang terkait dengan kebijakan anggaran lebih dahsyat dibandingkan dengan di komisi-komisi lainnya.

Berita Rekomendasi

Agung Rai pun seperti meniti buih yang sulitnya bukan kepalang. Bila terpeleset sedikit saja, dirinya bisa tercebur ke lautan korupsi. 

Puji Tuhan, hingga berakhir tugasnya di DPR pada 30 September lalu, Agung Rai aman-aman saja. Semua karena petunjuk Sang Hyang Widhi Wasa, dan kewaspadaan dirinya supaya tidak terjebak korupsi. 

Dan ini, kata Agung Rai, yang paling penting, yakni hidup sederhana dan tidak ingin memiliki yang berlebihan, sesuai prinsip hidupnya sebagai pemeluk agama Hindu, "Asteya" dan "Aparigraha", sehingga tidak sempat muncul motif korupsi karena kebutuhan atau pun keserakahan. 

"Asteya atau tidak ingin mencuri dimaksud tidak hanya mengacu pada pencurian benda, tetapi juga menahan diri dari eksploitasi. Jangan merampas hak orang lain, baik itu barang, hak atau perspektif. Orang yang baik akan mendapatkan keinginannya dengan kerja keras, kejujuran dan cara yang adil," terangnya. 

Adapun Aparigraha atau tidak memiliki mengingatkan Agung Rai untuk hidup sederhana dan hanya menyimpan barang-barang material yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Alhasil, dalam terminologi agama Islam, Agung Rai dapat disebut "husnul khatimah" atau berakhir dengan baik.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas