Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Hukum Optimis Pemerintahan Prabowo-Gibran Berpihak ke Sektor Tembakau

Ali Ridho, menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 perlu dikaji ulang. 

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in Ahli Hukum Optimis Pemerintahan Prabowo-Gibran Berpihak ke Sektor Tembakau
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum dari Universitas Trisakti, Ali Ridho, menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) yang didorong pada masa Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin perlu dikaji ulang. 

Langkah ini untuk memastikan keberlangsungan sektor tembakau di pemerintahan baru Prabowo-Gibran.

Ali menyoroti latar belakang Presiden baru terpilih yaitu Prabowo Subianto, di mana pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) periode tahun 2004-2009. 

Dirinya menilai Prabowo mempunyai kepedulian yang cukup besar terhadap petani tembakau

"Pemerintah baru sudah membuat prioritas, maka produk hukum yang akan menghambat program-programnya itu kemungkinan akan dibatalkan atau dibahas ulang,” ungkap Ali melalui keterangan tertulis, Sabtu (4/10/2024).

Hal tersebut diungkapkan oleh Ali dalam Media Luncheon Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) di Jakarta.

BERITA REKOMENDASI

“Setiap Presiden punya kepentingan ketatanegaraannya sendiri-sendiri, sesuai dengan program prioritasnya. Jadi saya berharap pemerintahan baru dapat mengakomodir dan berpihak ke sektor tembakau,” ucap Ali.

Selain itu, Ali menilai PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes kental mengadopsi aturan yang tercantum di Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). 

Padahal Indonesia tidak meratifikasi aturan ini karena pertimbangan ekonomi nasional, mengingat kompleknsya eksosistem pertembakauan di Indonesia dan banyaknya tenaga kerja yang terserap di industri ini.

“Ambil contoh Australia memang menerapkan kemasan polos, tapi apakah berhasil? Prevalensi rokok (dari rokok yang legal) memang turun, tapi perlu dicatat konsumen rokok ilegal juga semakin naik. Jadi kesimpulannya adalah, haram hukumnya untuk mengadopsi FCTC,” pungkasnya. 

Baca juga: Sambut Positif Cukai Rokok Tak Naik 2025, MPSI: Pemerintah Peduli Industri Tembakau

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas