KPK Periksa Pegawai BPK Agung Hasan Sadikin Terkait Proses Audit di Dinas PUPR Langkat
KPK mendalami proses pemeriksaan yang dilakukan pegawai BPK bernama Agung Hasan Sadikin dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kab Langkat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pemeriksaan yang dilakukan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Agung Hasan Sadikin dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Langkat.
Pendalaman itu dilakukan penyidik KPK sewaktu memeriksa Agung sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait Pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Langkat, Senin (7/10/2024).
Diketahui Agung Hasan Sadikin adalah pegawai BPK yang ditugaskan di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara pada tahun 2021.
"Saksi didalami terkait dengan pemeriksaan yang dilakukan dan pengetahuan yang bersangkutan dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kab. Langkat," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa (8/10/2024).
KPK sebelumnya telah menyita uang Rp 22 miliar dalam perkara penerimaan gratifikasi dan benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat yang diduga dilakukan oleh tersangka eks Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin bersama sama dengan tersangka Iskandar Perangin Angin selaku kakak Terbit.
Penyitaan dilakukan pada Selasa, 25 Juni 2024.
"Bahwa uang yang disita jumlahnya sebesar Rp 22 miliar dan tersimpan pada rekening atas nama tersangka di sebuah bank umum daerah yang telah diblokir sebelumnya oleh KPK sejak 2022," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Terbit dan Iskandar disangkakan melanggar Pasal 12 B dan Pasal 12 i Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Ini merupakan kasus kedua Terbit dan Iskandar yang diproses oleh KPK.
Sebelumnya, Terbit divonis dengan pidana sembilan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Hakim menilai Terbit telah terbukti menerima suap sebesar Rp 572 juta dari Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.
Hakim juga mencabut hak politik Terbit selama lima tahun. Itu mulai terhitung sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa pidana pokok sembilan tahun penjara.
Baca juga: KPK Geledah Rumah Terbit Rencana dan Kantor PDAM Langkat, Temukan Bukti Aliran Uang
Sementara itu, Iskandar Perangin Angin bersama dengan orang kepercayaan Terbit, Marcos Surya Abdi, divonis dengan pidana 7,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan.
Dua terdakwa lainnya yaitu Shuhanda Citra dan Isfi Syafitra divonis dengan pidana lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.