Prabowo Bakal Bentuk Kementerian Penerimaan Negara, Pakar: Menterinya Harus Paham Pajak dan Fiskal
Di sisi lain, Trubus mengingatkan, jangan sampai kepentingan politik lebih dominan dalam pengisian pos-pos di kementerian/lembaga, termasuk organisasi
Penulis: willy Widianto
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai kementerian terkait penerimaan negara harus diisi oleh orang yang betul-betul paham makro dan mikro ekonomi.
Hal itu disampaikan Trubus merespons rencana Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, berencana merombak Kementerian Keuangan, di antaranya membentuk Kementerian Penerimaan Negara yang secara khusus bertugas mengelola pajak, bea, dan cukai.
"Saya setuju yang isi teknokrat atau akademisi, yang paham tentang mikro maupun makro, secara fiskal paham betul. Jadi tidak sekedar orang yang pintar nyari cuan saja," kata Trubus kepada wartawan, Selasa(8/10/2024).
Trubus mengatakan, pemimpin organisasi yang mendapat mandat mengelola penerimaan negara harus memahami sumber-sumber yang dikenai pajak.
"Ini adalah orang yang tahu bahwa pajak untuk ini tidak cocok. Atau pajak tidak mampu, misalnya. Kan seharusnya orang-orang yang paham tentang itu," ujar Trubus.
Di sisi lain, Trubus mengingatkan, jangan sampai kepentingan politik lebih dominan dalam pengisian pos-pos di kementerian/lembaga, termasuk organisasi yang mengelola penerimaan negara. Ia juga menekankan perlunya regulasi yang ketat, sehingga tugas dan fungsi kementerian/lembaga tidak tumpang tindih.
"Kebijakan regulasinya harus ketat, dan isinya itu sistem-sistem digital," tegas Trubus.
Baca juga: Wacana Zaken Kabinet Prabowo Dinilai Sulit Terealisasi Jika Jumlah Menteri Obesitas
Sejauh ini ada tiga nama yang disebut-sebut akan memimpin organisasi baru di bidang penerimaan negara, yakni ekonom/mantan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu; Guru Besar Politik Hukum Pajak Unissula, Edi Slamet Irianto dan anggota DPR, Mukhamad Misbakhun.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Burhanuddin Abdullah menyebut akan dibentuk sebuah Kementerian Penerimaan Negara yang secara khusus bertugas mengelola pajak, bea, dan cukai. Kementerian baru ini akan menjadi penggabungan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).
Pembentukan organisasi baru ini merupakan salah satu strategi pemerintahan ke depan untuk mengoptimalkan pengelolaan penerimaan negara. Karena dibebankan tugas amat berat.
Sementara itu, anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, sebelumnya menyebut Kementerian Penerimaan Negara (KPN) telah ditetapkan untuk direalisasikan menggantikan istilah Badan Penerimaan Negara.
"Menterinya sudah ada dan di situ jelas Prabowo akan menuju rasio penerimaan negara menjadi 23 persen dari PDB, itu angka dari tim saya," kata Hashim, Senin (7/10/2024).
Baca juga: Jokowi Serahkan Keppres IKN ke Prabowo, Ekonom: Lempar Bola Panas, Langkah Politik Sangat Cerdik
Ia menyebut target KPN realistis. Apalagi sudah mendapat masukan Bank Dunia mengenai potensi penerimaan negara tanpa harus menaikkan tarif perpajakan, khususnya tarif pajak.
Strategi utama yang akan ditetapkan KPN ialah dengan menegakkan hukum supaya setoran penerimaan pajak dipenuhi seluruh wajib pajak, sehingga tidak lagi ada kebocoran-kebocoran dari sumber-sumber penerimaan negara.
"Cara-caranya ada pakai AI, pakai IT, dan kita akan capai 23%, kita akan tunjukkan kepada Anda, Bank Dunia siap sedia bantu kita capai 18%, capai 23%, kita tutup kebocoran-kebocoran dengan tidak menambah tarif pajak," kata Hashim, yang juga adik kandung Prabowo Subianto itu.