Kisah Pilu Hakim Tuntut Kenaikan Gaji, Tak Mampu Mudik hingga Meninggal di Kamar Kos
Hakim tumpahkan keluh kesahnya tuntut kenaikan gaji, tunjangan dan keamanan profesi khususnya bahi hakim yang bertugas di daerah.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
Menurutnya, aturan tersebut telah menegaskan bahwa ia bersama para hakim lainnya yang tergabung organisasi SHI sudah jelas berstatus sebagai pejabat negara. Namun faktanya, selama ini ia tidak pernah menikmati remunerasi dari jabatannya sebagai hakim.
"Yang selalu mencuat di media adalah, kalau kami menuntut atau meminta kesejahteraan selama 12 tahun tidak naik, dan juga 6 tahun sejak putusan 23. Betul kami minta," tegas Yusran dalam audiensi.
Menambahkan soal kurangnya kesejahteraan dan keamanan bagi profesi hakim, Yusran kemudian menyinggung peristiwa kematian seorang hakim Pengadilan Agama Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang ditemukan meninggal di dalam kamar kosnya, pada Selasa (17/9) lalu.
Sebagai sesama hakim, Yusran mengaku hatinya teriris mengetahui hakim yang bersangkutan, yang notabene merupakan pejabat negara, harus meregang nyawa dalam kondisi mengenaskan.
Diketahui, hakim Pengadilan Agama Purwodadi yang dikisahkan Yusran tersebut baru ditemukan setelah empat hari wafat. Hakim tersebut juga disebut tinggal seorang diri.
"Yang mengangkat itu jenazah, maaf sekali lagi saya sering bercerita ini, yang mengangkat jenazah itu menutup maskernya, Yang Mulia, mungkin tercium bau bagi mereka, tapi itu wangi bagi kami (para hakim)," kata Yusran kepada para pimpinan MA.
Berkaca dari peristiwa nahas tersebut, Yusran khawatir hal yang sama mungkin saja bisa terjadi pada hakim-hakim yang lain.
Baca juga: Prabowo Siap Perbaiki Kesejahteraan Hakim Setelah 12 Tahun Gaji Tak Naik
Penyampaian pendapat berlanjut disampaikan oleh Hakim Pengadilan Negeri Madura Adji Prakoso. Ia tak kuasa menahan tangis saat menceritakan sulitnya pulang ke kampung halaman untuk menemui orang tuanya di Denpasar, Bali.
Saat itu ia tengah bertugas di Jambi. Berdasarkan pengakuannya di tengah forum audiensi, ia baru mampu pulang ke kampung setelah tiga tahun bertugas di Pengadilan Negeri Jambi. Meski demikian, katanya, kesulitan biaya untuk pulang kampung tidak menjadi godaan baginya untuk mencemarkan integritasnya sebagai hakim.
"Ini kalau kata keluarga besar, 'katanya kok hakim, tapi sebegitu sulitnya. Ini yang kami hadapi. Tapi kami tidak menggadaikan integritas kami (sebagai hakim). Kami ingin menjadi hakim yang bersih," ucap Adji dengan suara lirih dan berlinang air mata.
Ia kemudian menyebut, saat ini lebih dekat untuk pulang ke Denpasar lantaran telah dipindah tugas ke Pengadilan Negeri Madura.
Selanjutnya, seorang hakim wanita yang berdinas di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh, Fitriyanti, secara tegas mempertanyakan keseriusan para pimpinan MA dan KY serta pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan kesejahteraan dan keamanan bagi profesi hakim.
Menurutnya, visi MA untuk mewujudkan badan peradilan yang agung akan berat dilakukan dalam kondisi kesejahteraan hakim yang demikian. Sebab, persoalan kesejahteraan ini berpotensi mengganggu independensi hakim yang tergoda untuk lebih mendahulukan kebutuhannya melalui pihak-pihak yang berperkara di pengadilan.
Bahkan, di hadapan para pimpinan MA dan kementerian/lembaga lainnya, Fitriyanti menegaskan jika pemerintah tidak berupaya meningkatkan kesejahteraan dan keamanan profesi hakim, ada dugaan bahwa negara sengaja menciptakan celah agar praktik-praktik mencari keuntungan dari pihak yang berperkara tetap ada di dalam dunia peradilan Indonesia. Sehingga, ia menekankan, semaksimal mungkin negara harus berupaya menutupi celah bagi seorang hakim untuk berbuat yang menghinakan profesinya sendiri
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.