Program Makan Bergizi Gratis Dimulai Januari 2025, BKKBN Siap Kolaborasi dengan Badan Gizi Nasional
Program makan bergizi gratis akan mulai dilaksanakan pada Januari 2025. Selain anak sekolah sasarannya juga ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Editor: willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program makan bergizi gratis yang digagas Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mekanisme pelaksanaannya terus dimatangkan. Program tersebut dinilainya akan bisa mengatasi masalah stunting karena menyasar tidak hanya pelajar tapi juga ibu hamil.
Baca juga: Prabowo: Program Makan Bergizi Gratis Bukan Untuk Cari Popularitas, Ini Menyelamatkan Bangsa
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana menyampaikan program makan bergizi gratis akan mulai dilaksanakan pada Januari 2025, dengan sasaran tidak hanya anak sekolah dari jenjang SD hingga SMA, namun termasuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.
“Program ini untuk menyelesaikan semua tahapan pertumbuhan, mulai dari dalam kandungan, ibu hamil, ibu menyusui, balita sampai anak SMA. Ini satu rangkaian yang tidak bisa dipecah,” ujar Dadan dalam pernyataannya, Jumat(11/10/2024).
Menurutnya, jika salah satu unsur tersebut tidak diintervensi hasilnya tidak akan maksimal. Karenanya harus dikerjakan secara bersama-sama.
Baca juga: BKKBN: Pria yang Vasektomi Masih Bisa Ereksi dan Ejakulasi
“Untuk itu kita berkolaborasi dengan semua unsur. Termasuk BKKBN dengan penanganan stuntingnya, karena kami diberi kewenangan untuk intervensi gizinya,” ujarnya.
Jumlah sasaran penerima makan bergizi gratis ini nantinya diprediksi ada sekitar 82,9 juta jiwa. Dadan juga menyinggung terkait perubahan nama dari 'Makan Siang Gratis' menjadi 'Makan Bergizi Gratis' (MBG). Perubahan itu didasarkan atas uji coba yang selama ini digelar di berbagai daerah di Indonesia.
“BGN berkolaborasi dengan semua pihak. Intervensi terkait gizinya di kami karena memang sudah wewenang. Untuk pelaksanaan lainnya tetap berkolaborasi dengan pihak lain. Terkait data kependudukan pasti dari BKKBN,” ujar Dadan.
Dadan mengatakan, masa kritis dalam pertumbuhan dimulai saat anak berusia 9-17 tahun. “Pada masa itu intervensi gizi sangat diperlukan. Karena itu, kami menetapkan sasaran program MBG mulai dari ibu hamil dan menyusui, anak balita, sampai anak SMA, baik kaya ataupun miskin,” ujar Dadan.
Baca juga: DPD Ingin Sumber Bahan Baku Makan Bergizi Gratis dari Potensi Lokal
Hasil uji coba diketahui anak PAUD-SD kelas II sekolah hanya sampai pukul 10.00 WIB. Maka, makanan dikirim ke anak-anak pada pukul 08.00 WIB. Anak SD kelas III-VI bersekolah hingga pukul 12.00 WIB dan makanan akan mereka terima sekitar pukul 09.00 WIB. Sementara anak sekolah tingkat SMP-SMA, jam sekolah hingga pukul 14.00 WIB atau 16.00 WIB maka makanan diterima mereka sekitar 11.30 WIB.
“Karena diterima oleh anak-anak dengan berbagai jam itu, tidak cocok lagi kalau menggunakan nama Makan Siang Gratis, tetapi diubah menjadi Makan Bergizi Gratis,” jelasnya.
Sementara Plt. Kepala BKKBN, Dr. Sundoyo, SH, MKM, M.Hum, menyampaikan dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 dibutuhkan kolaborasi dengan setiap pihak, dan tidak bisa eksklusif atau berjalan sendiri. Termasuk dalam program MBG itu.
Baca juga: Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di Hambalang, Gibran Ingatkan Jaga Kualitas Makanan Sesuai Gizi
Menurut Sundoyo, semua pihak diharapkan berkontribusi dalam kolaborasi, karena tujuan program MBG untuk menciptakan generasi sehat sehingga Indonesia Emas di 2045 dimungkinkan dicapai.
“Badan Gizi Nasional berperan dengan intervensi gizi, BKKBN berperan dalam hal informasi dan data ataupun lainnya, seperti lembaga atau kementerian yang lainnya juga,” ungkap Sundoyo.
Terkait penanganan stunting yang menjadi tanggung jawab BKKBN, Sundoyo menyampaikan saat ini sedang dilakukan kajian penurunan stunting selama 2024 untuk dijadikan dasar kebijakan intervensi stunting pada 2025.
"Tunggu saja hasilnya tiga bulan ke depan, akan dirilis. Dan nanti bisa dilihat terkait dengan penurunan angka stunting,” ujar Sundoyo.
Baca juga: Bagaimana Program Makan Bergizi Gratis Berdampak ke Perekonomian Indonesia?
Dalam kesempatan tersebut, Sundoyo Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan terus menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di fase demografi 2025-2035 melalui pemberdayaan keluarga.
"Dengan cara tetap menjaga keseimbangan Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total yang ditargetkan 2,10, karena jika terlalu rendah juga akan mempengaruhi berbagai aspek, baik sosial maupun ekonomi," ujar Sundoyo.
Menurut Sundoyo guna menjaga penduduk tumbuh seimbang, TFR harus tetap diupayakan tidak melebihi dari angka rata-rata nasional 2,10. "Oleh karena itu, 2,18 (data BPS) yang secara nasional , ini bisa kita turunkan. Namun disparitas di masing-masing provinsi, TFR-nya berbeda-beda. Di Yogyakarta TFR nya di bawah 2,0, sementara di NTT masih 2,7,” ujarnya.
Baca juga: BKKBN Kembangkan Program Sekolah Siaga Kependudukan
Untuk itu, Sundoyo menilai perlunya intervensi terhadap provinsi maupun kabupaten/kota yang margin TFR-nya masih tinggi. Sehingga keluarga yang berkualitas tersebar secara merata.
“Dalam hal ini diperlukan implementasi Grand Design Pembangunan Kependudukan yang komprehensif, untuk memastikan perkembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Sundoyo.
Ketua Konsorsium Perguruan Tinggi Peduli Kependudukan (KPTPK), Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si menyampaikan dukungannya terhadap 'Transformasi Kebijakan Kependudukan Menuju Indonesia Emas 2045'.
Baca juga: DPR Tetapkan Badan Gizi Nasional Jadi Mitra Kerja Komisi IX
“Tentu akan membuatkan kajian-kajian yang akan diberikan kepada pemerintahan baru, agar dapat mengambil kebijakan yang tepat terkait kependudukan,” ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.