MK Tolak Gugatan Pemohon Raden Mahdum terkait Perluasan Makna Subjek Pidana Politik Uang
Pemohon Raden Mahdum menggugat Pasal 523 UU Pemilu yang mengatur subjek pidana politik uang hanya sebatas "pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye".
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gugatan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh pemohon Raden Mahdum ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui gugatan yang diajukan perihal perluasan makna terkait pihak mana saja yang dapat dipidana jika terlibat politik uang.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Dalam gugatan yang teregister pada nomor 59/PUU-XXII/2024 ini, pemohon Raden Mahdum menggugat Pasal 523 UU Pemilu yang mengatur subjek pidana politik uang hanya sebatas "pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye".
Baca juga: UU Pilkada Digugat ke MK, Pemohon Minta Pejabat dan TNI/Polri Juga Dipenjara Jika Langgar Netralitas
Menurutnya makna itu terlalu sempit sehingga memberikan perlindungan untuk kalangan relawan dan/atau simpatisan yang tidak terdaftar sebagai pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye di KPU, untuk melakukan politik uang.
Dalam pertimbangannya, MK menilai perluasan frasa subjek pidana yang diinginkan pemohon membuat pihaknya perlu memperluas atau bahkan membuat norma baru tentang pemidanaan terhadap politik uang.
Suhartoyo menegaskan, hal itu tergolong sebagai politik pemidanaan (criminal policy).
MK dalam beberapa putusan selalu konsisten dengan pendiriannya, bahwa berkaitan dengan hal tersebut menjadi kewenangan pembentuk undang-undang yakni DPR.
Suhartoyo menambahkan, frasa "setiap orang" itu juga sebetulnya telah terkandung dalam frasa "orang-seorang" pada Pasal 269-271 UU Pemilu terkait pelaksana kampanye pemilu.
Oleh sebab itu, MK menilai bahwa gugatan dan contoh kasus yang dikemukakan Mahdum dalam gugatannya "... sesungguhnya merupakan persoalan implementasi norma yang bukan menjadi kewenangan Mahkamah untuk menilainya".
"Dalam hal ini, apabila masyarakat menganggap bahwa dalam UU 7/2017 masih memiliki kelemahan terutama mengenai subjek hukum/pelaku tindak pidana politik uang dalam pemilu, maka pembentuk undang-undang dapat membuat norma hukum baru dengan mengganti norma hukum lama, yakni dengan memuat rumusan mengenai subjek hukum/pelaku tindak pidana politik uang dalam perubahan UU Pemilu mendatang," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.