Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengelolaan hingga Sosok Pemimpin Jadi Evaluasi BUMN di Era Jokowi-Maruf

Ketiga, dominasi BUMN di Indonesia terlalu besar. Untuk mengelola sejumlah perusahaan pelat merah, tidak boleh dijalankan dengan "mesin tunggal".

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Pengelolaan hingga Sosok Pemimpin Jadi Evaluasi BUMN di Era Jokowi-Maruf
Istimewa
Diskusi bertajuk "Evaluasi Kinerja Menteri BUMN Jokowi-Ma'ruf" di Jakarta Selatan, pada Kamis (17/10/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU), Sumantri Suwarno, menyoroti lima poin terkait evaluasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Mulai dari pengelolaan hingga sosok pemimpin BUMN disorot dalam diskusi bertema "Evaluasi Kinerja Menteri BUMN Jokowi-Ma'ruf" di Jakarta Selatan, pada Kamis (17/10/2024).

Pertama, kata dia, upaya pemerintah melibatkan kelompok relawan pemenangan calon presiden-calon wakil presiden, aktivis atau tim pendukung dalam posisi komisaris di perusahaan di bawah BUMN.

Menurut dia, posisi komisaris ini sebagai perwakilan pemerintah di BUMN. Sehingga, kata dia, pemerintah bisa menempatkan siapapun menjadi komisaris.

"Itu sah. Pertanyaan seberapa kompeten perwakilan pemerintah menjadi komisaris BUMN? Tidak masalah selama pemerintah memberikan pembekalan yang cukup," kata dia pada sesi diskusi tersebut.

Kedua, upaya pemerintah menempatkan perwakilan seperti relawan pemenangan di posisi komisaris itu tidak melalui perhitungan.

"Komisaris itu pengawas kebijakan strategis perusahaan. Tak ada pelatihan apalagi monitoring dan evaluasi," kata dia.

Baca juga: Golkar Sebut Kemungkinan Wamen BUMN Bakal Dijabat 3 Orang  

BERITA REKOMENDASI

Menurutnya, sebelum menempatkan seseorang di posisi komisaris BUMN harus ada pembekalan dari pihak terkait.

"Seharusnya aktivis dengan pengalaman bisa menjadi penjaga BUMN. Malah bisa merepotken direksi karena orang tak pernah berada di korporasi diberi wewenang dan tanggung jawab besar," ujarnya.

Ketiga, dominasi BUMN di Indonesia terlalu besar. Untuk mengelola sejumlah perusahaan pelat merah, tidak boleh dijalankan dengan "mesin tunggal".

Dia meminta BUMN bersinergi dengan pihak swasta. Swasta diberikan peran signifikan dalam membantu BUMN mengelola perekonomian.

Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Pemisahan Kemenkeu Jadi Kementerian Penerimaan Negara

Poin keempat dan kelima, dia menyoroti soal kepemimpinan di BUMN.

"Keempat, kami memang butuh insan BUMN mempunyai kesadaran kebangsaan besar. Kelima, kami harap kalau mau membantu Indonesia melalui jalur BUMN harus fokus. Tidak bisa memainkan banyak peran bersamaan," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas