VIDEO MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Soal Aturan Hak Presiden dan Wakil Presiden Kampanye
Gugatan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu terkait aturan hak presiden dan wakil presiden melaksanakan kampanye ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gugatan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu terkait aturan hak presiden dan wakil presiden melaksanakan kampanye ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Posita atau alasan permohonan dan petitum dinilai tidak jelas.
MK menegaskan, petitum sebagai representasi dari posita seharusnya mencerminkan hal-hal dimohonkan yang berasal dari alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan.
MK menyatakan permohonan pengujian materi Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait ketentuan yang mengatur hak Presiden dan Wakil Presiden melaksanakan kampanye pemilu tidak dapat diterima.
Menurut Hakim Konstitusi, para Pemohon tidak menyebutkan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok permohonan yang dimohonkan para Pemohon terhadap objek permohonan yang dimohonkan pengujian, sehingga hal ini menunjukkan adanya kekurangcermatan dan ketelitian dalam menyusun permohonan oleh para Pemohon.
Baca juga: VIDEO Momen Hakim MK Guntur Hamzah Terisak Baca Dissenting Opinion di Sidang Perkara Hak Asuh Anak
Dalam sidang sebelumnya, permohonan yang teregistrasi dalam perkara nomor 55/PUU-XXII/2024 menegaskan petitumnya agar ketentuan dimaksud dimaknai mahkamah bahwa presiden dan atau wakil presiden harus berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.
Selengkapnya, dalam petitum permohonan para pemohon memohon kepada mahkamah agar menyatakan ketentuan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:
Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu: “Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
1. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
3. Presiden dan/atau Wakil Presiden harus berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.”
Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu: “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye dengan syarat berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.”
Permasalahan presiden dan/atau wakil presiden berkampanye menimbulkan keresahan seperti yang terjadi di Pemilu 2024 bahkan menjadi berbagai polemik yang alot, serius, dan menjadi isu penting dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK.
Para pemohon berharap apabila permohonan ini dikabulkan permasalahan dimaksud tidak terjadi lagi di pemilu-pemilu berikutnya.
Menurut para pemohon, sangat tidak etis dan patut jika presiden dan/atau wakil presiden terlibat dalam kampanye pemilu dan/atau mendukung pasangan calon presiden dan/atau calon wakil presiden lain pada agenda-agenda kepemiluan.
Sebab, hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkeadilan dan persamaan di hadapan hukum bagi kompetitor lainnya di pemiihan presiden padahal kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum merupakan perintah konstitusi.(*)