Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Anggota Komisi IX DPR Ingatkan Pemerintah Cermat Susun Regulasi Tembakau: Punya Dampak Ekonomi

Industri hasil tembakau jadi penyokong utama ekonomi, lebih dari 6 juta tenaga kerja terlibat, dan berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Anggota Komisi IX DPR Ingatkan Pemerintah Cermat Susun Regulasi Tembakau: Punya Dampak Ekonomi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). Pemerintah berencana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen mulai 1 Januari 2024 yang akan berdampak terhadap harga jual eceran rokok di masyarakat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Ada Dampak Ekonomi, Anggota Komisi IX DPR Ingatkan Pemerintah Cermat Susun Regulasi Tembakau
 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi menyoroti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), khususnya yang mengatur pertembakauan. 

 


Ia mengatakan pemerintah perlu mengoreksi kebijakan terkait produk tembakau, utamanya perihal kemasan rokok polos, serta mendengar aspirasi para pihak yang terdampak. 

 

Berita Rekomendasi


"Banyak sekali pihak terdampak. Mengaturnya tidak boleh asal-asalan dan Kemenkes harus mengakomodasi aspirasi dari pihak-pihak yang terdampak," kata Nurhadi kepada wartawan, Rabu (23/10/2024).

 

Koreksi diperlukan lantaran selama ini industri hasil tembakau (IHT) telah menjadi sumber mata pencaharian berbagai pihak, mulai dari pedagang kecil, industri percetakan, petani, buruh dan pekerja yang terlibat dalam ekosistem.

 


Terlebih, produk tembakau juga memberi kontribusi pada omzet sebesar 50-80 persen bagi pedagang kecil.

Selain itu IHT juga jadi penyokong utama ekonomi, di mana lebih dari 6 juta tenaga kerja terlibat, dan berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai yang mencapai ratusan triliun setiap tahunnya.

 


Jika kebijakan terkait pertembakauan dibuat tanpa mempertimbangkan berbagai aspek yang bersinggungan, maka bukan tidak mungkin penerapannya justru memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas terganggunya industri.

 


“Jangan sampai, kalau RPMK ini tidak dikoreksi atau dievaluasi, maka selain akan menyebabkan kegaduhan di dalam negeri, ini tentu juga akan berpotensi sekitar 6 juta pekerja tereduksi dan menambah rentetan jumlah PHK,” ujarnya.

 


Politikus Partai Nasdem ini khawatir penerapan kebijakan kemasan polos akan mendorong meningkatnya pengangguran dan mengancam stabilitas perekonomian nasional. Sebab, dalam perumusannya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat kecil.

 

"Perlakuan sembarangan terhadap industri tembakau dapat mengancam perekonomian nasional. Jika tidak ditangani dengan hati-hati, perekonomian kita berisiko," tegas dia.

 

Sebelumnya, ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (10/10/2024).

 


Mereka menyatakan menolak aturan kemasan polos dan pasal-pasal merugikan kaum buruh tembakau dalam PP 28/2024. Buruh menilai imbas regulasi ini akan membuat menjamurnya produk rokok ilegal. Hal ini berefek domino pada penurunan pemasukan negara lewat cukai, dan ancaman bagi tenaga kerja di lingkup industri tembakau.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas