Sosiolog UGM: Penerapan Aturan Berdasarkan FCTC Bakal Berdampak Sosial ke Masyarakat
Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), AB Widyanta, mengatakan pengadopsian aturan yang merujuk kepada FCTC akan miliki dampak sosial.
Sementara Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 mengadopsi aturan pada FCTC.
"Aturan ini akan mempersulit pemerintah untuk mengindentifikasi pelanggaran yang ada di lapangan. Banyak aspek-aspek lain yang akan sulit dinilai, seperti apakah perusahaan tersebut patuh dengan aturan atau tidak, bahkan tidak bisa di cek produknya asli atau tidak," ujar Widyanta melalui keterangan tertulis, Kamis (24/10/2024).
Apabila kemasan rokok diseragamkan menjadi polos, maka aturan ini akan merugikan perusahaan pemilik merek yang saat ini beroperasi secara patuh dan legal.
Hal ini dapat berimbas ke berbagai aspek sosial, termasuk semakin mendorongnya peredaran rokok ilegal yang saat ini sudah marak terjadi.
"Sehingga aturan ini menjadi mustahil untuk dilakukan,” kata Widyantam
Ia melanjutkan bahwa FCTC tidak bisa diaplikasikan di dalam negeri karena Indonesia merupakan produsen tembakau yang besar.
Industri tembakau memiliki ekosistem pertembakauan yang kompleks, mulai dari pertanian, industri olahan, ketenagakerjaan, hingga kontribusi terhadap pendapatan negara yang jumlahnya signfikan.
“Harusnya, sebagai salah satu industri yang menghasilkan cukai yang besar, industri tembakau mendapatkan proteksi dari pemerintah,” ucapnya.
Menurutnya, suatu kebijakan itu harusnya menjamin keadilan publik karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Maka, kebijakan publik itu semestinya dibuat secara hati-hati dan melibatkan semua pihak yang terkait.
Baca juga: Pakar Sarankan Pemerintahan Prabowo Tak Adopsi Aturan FCTC, Ini Alasannya
“Harusnya, kebijakan itu mengakomodir kepentingan publik, termasuk kepentingan pelaku usaha di industri tembakau. Industri tembakau dan tenaga kerja di dalamnya juga bagian dari rakyat Indonesia. Apalagi, industri tembakau juga kontribusinya besar pada penerimaan negara melalui cukai,” pungkasnya.