VIDEO Kisah Guru Supriyani yang Terancam 5 Tahun Penjara: Gaji Rp300 Ribu & Berkebun Usai Mengajar
Supriyani hanya mendapatkan gaji sebagai guru honorer sebesar Rp300 ribu setiap bulannya.
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Supriyani, guru honorer asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang teribat kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa SD terancam hukuman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta.
Padahal terungkap Supriyani hanya mendapatkan gaji sebagai guru honorer sebesar Rp300 ribu setiap bulannya.
Bahkan Supriyani masih harus mencari tambahan pemasukan dengan berkebun.
Sidang perdana kasus Supriyani, guru honorer Kecamatan Baito Konawe Selatan, Sultra soal kasus dugaan penganiayaan murid digelar di Pengadilan Negeri Andoolo pada Kamis (24/10/2024).
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ujang Sutrisna membacakan dakwaan terkait kronologi kejadian.
Menurut dakwaan, insiden terjadi saat korban yang merupakan murid Supriyani dan anak seorang polisi sedang bermain dengan teman-temannya.
Supriyani disebut masuk ke kelas IA dan mendekati korban serta memukulnya sebanyak satu kali menggunakan gagang sapu ijuk.
Akibat tindakan tersebut, korban mengalami luka memar dan lecet di paha belakang, sebagaimana tertera dalam hasil visum Puskesmas Pallangga pada 26 April 2024.
Jika terbukti bersalah maka guru honorer ini akan dikenakan hukum penjara 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta.
Ia diancam pidana Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 77 dan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sebagai informasi, Supriyani dilaporkan oleh orang tua korban yang merupakan seorang polisi berpangkat Aipda berinisial WH.
Ia menjabat sebagai Kanit Intelkam Polsek Baito.
Diketahui sebelumnya pihak korban disebut meminta uang damai sebesar Rp50 juta.
Meski begitu Aipda WH membantah meminta uang damai tersebut.
Berkebun Usai Mengajar Bantu Suami yang Bekerja Serabutan
Adapun berdasarkan kesaksian rekan kerjanya, gaji Supriyani hanya Rp300 ribu per bulan.
Diketahui ia sudah 16 tahun menjadi guru honorer.
Supriyani tinggal di sebuah rumah sederhana di Kabupaten Konawe Selatan.
Meski berprofesi sebagai guru honorer, ia tidak bergantung dari satu sumber mata pencaharian.
Terlebih kondisi gaji guru honorer yang tidak menentu, mengharuskannya bekerja lebih giat lagi.
Sehingga, waktunya sehari-hari dihabiskan hanya untuk bekerja.
Terlebih, ia harus mengumpulkan uang untuk kebutuhan hidup dan membangun rumahnya yang masih seadanya.
Tetangga Supriyani, Suyatni (57) mengatakan guru honorer tersebut mencari tambahan biaya dengan berkebun.
Selama ini, wanita berusia 38 tahun itu mencari tambahan biaya dengan berkebun.
Selama ini Supriyani jarang bersosialisasi karena sibuk bekerja.
Suyatni mengaku tak pernah melihat Supriyani melakukan kekerasan ke anak.
Kondisi ekonomi Supriyani pas-pasan karena suaminya hanya bekerja serabutan.
Kini, rumah Supriyani kosong karena dievakuasi ke kantor pemerintah kecamatan.
Hal itu dilakukan untuk memberi perlindungan Supriyani dan keluarga dari intervensi.
Dengan gaji Rp300 ribu, Supriyani tak dapat membayar uang damai Rp50 juta agar kasus kekerasan diselesaikan secara mediasi.
Apalagi membayar denda Rp100 juta jika vonisnya sesuai dengan dakwaan jaksa penuntut umum.
Sidang Perdana
Diberitakan Supriyani mendatangi pengadilan sekira pukul 10.00 Wita.
Hanya saja ketika majelis hakim sudah membuka sidang dan meminta terdakwa untuk dihadirkan, Supriayani tampak tak kelihatan.
Sekitar lima menit kemudian Supriyani baru memasuki ruang sidang.
Penasehat hukum mengatakan Supriayani terlambat memasuki ruang sidang karena sempat ada upaya mediasi antara korban dan terdakwa.
Akan tetapi, belum ada titik temu antara keduanya.
Supriyani hadir di persidangan dengan mengenakan baju putih, serta rok dan hijab hitam.
Kuasa hukum Supriyani, Syamsuddin, meminta waktu untuk membacakan eksepsi hingga pekan depan.
Sementara itu, JPU Ujang memohon agar persidangan dipercepat untuk menghadirkan saksi dan membacakan tuntutan demi keadilan yang cepat dan berbiaya murah.
Majelis hakim pun mengambulkan permohonan itu dan menunda sidang hingga Senin, 28 Oktober 2024.
Terkait dakwaan ini, Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutrisna, menjelaskan semua berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik kepolisian kepada JPU telah lengkap.
Ujang menekankan kebenaran peristiwa pidana akan diuji di pengadilan.
Kasus ini akan terus berlanjut dengan persidangan berikutnya.(TRIBUN SULTRA)