Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Bahasa Sebut Postingan Eks Karyawan Jhon LBF di Medsos Bentuk Curahan Hati Soal Kondisi Kerja

Ahli bahasa memberikan pandangannya dalam persidangan terkait kasus dugaan pencemaran nama baik Jhon LBF yang menyeret nama Septia Dwi Pertiwi. 

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Ahli Bahasa Sebut Postingan Eks Karyawan Jhon LBF di Medsos Bentuk Curahan Hati Soal Kondisi Kerja
Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
Ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Asisda Wahyu Asri Putradi, saat disumpah sebelum menyampaikan keterangan dalam sidang pencemaran nama baik Jhon LBF di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Asisda Wahyu Asri Putradi memberikan pandangannya dalam persidangan terkait kasus dugaan pencemaran nama baik Jhon LBF yang menyeret nama Septia Dwi Pertiwi

Menurut Asisda Wahyu, postingan Septia di media sosial merupakan bentuk curahan hati yang mengungkapkan kondisi kerja dan situasi yang ia alami di perusahaannya.

“Curhatan yang disampaikan melalui media sosial terkait kondisi kinerja atau suasana kerja di perusahaan. Itu kan menceritakan pola kerja di perusahaannya,” ujar Asisda Wahyu dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).

Ia menilai, dalam postingan tersebut, Septia secara jujur menyampaikan keluhan mengenai hak-hak yang belum diterima dan situasi yang ia rasakan secara langsung. 

Hal ini semakin diperkuat dengan penggunaan kata “24 jam” yang menggambarkan beban kerja tanpa upah yang adil. 

Baca juga: Sidang Kasus Pencemaran Nama Baik Jhon LBF, Ahli Bahasa dan UU ITE Dihadirkan

“Menurut pendapat saya, penulis ini jujur saja menulis 24 jam, bukan majas atau apa. Memang keluh kesah yang ditulis apa adanya,” ucapnya.

Berita Rekomendasi

Saat hakim bertanya mengenai kemungkinan dampak dari sebuah postingan yang tidak menyebut nama seseorang, ahli bahasa ini menekankan meski tanpa nama, secara kontekstual tulisan Septia tetap mengarah pada pimpinan perusahaan. 

Ia juga memperingatkan postingan berisi keluhan seperti itu dapat diinterpretasikan berbeda oleh pembaca yang tidak mengenal konteks secara langsung.

“Ketika seseorang memposting sesuatu berupa keluhan atau isi hatinya melalui Medsos itu harus hati-hati karena saya sarankan lebih baik jangan lewat Medsos karena bisa dibaca siapa pun dan ditafsirkan tidak sama,” tuturnya.

Baca juga: Jhon LBF Dipermalukan Eks Karyawan, Sikap Religiusnya Disorot

Sebagai informasi, ahli bahasa ini dihadirkan oleh jaksa penuntut umum berbarengan dengan ahli hukum pidana, Mompang L Panggaeban.

Kuasa Hukum Septia, Jaidin Nainggolan mengatakan pernyataan ahli bahasa itu justru menguntungkan mereka. 

Sebab di satu sisi, Asisda Wahyu tidak bisa membuktikan bagian mana dari postingan Septia yang memuat unsur pencemaran nama baik.

"Jadi hari ini, keterangan ahli bahasa yang dihadirkan jaksa penuntut umum, dari keterangan di persidangan bahwa dari semua postingan yang dibuat oleh Septia di dalam media sosial tersebut, ahli bahasa tersebut tidak bisa menjelaskan yang mana-mana saja yang mencemarkan nama baik daripada seseorang atau perusahaan," ujar Jaidin ditemui usai persidangan.

"Bahkan ahli bahasa juga tidak menjelaskan atau tidak mengetahui apa, kepada siapa tujuan secara jelas narasi atau cuitannya di postingan media sosial tersebut," kata dia.

Diketahui, Septia mengungkapkan ihwal pemotongan upah sepihak, pembayaran di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), jam kerja berlebihan, serta tidak adanya BPJS Kesehatan dan slip gaji melalui akun X (dulu Twitter) miliknya. 

Ia pun kemudian dilaporkan Jhon LBF menggunakan UU ITE.

Menurut catatan, Septia ditahan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 26 Agustus 2024 tanpa alasan  jelas.

Ia kemudian menjadi tahanan kota pasca-persidangan yang digelar pada 19 September 2024.

Ia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait pencemaran nama baik dan Pasal 36 UU ITE, yang dapat berujung pada ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun.

Dalam sidang pada Rabu (3/10/2024), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi yang diajukan oleh Tim Advokasi Septia Gugat Negara Abai (TIM ASTAGA), yang meminta pembatalan dakwaan tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas