Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Minta Menkes Jelaskan Transparansi Seleksi KTKI
Irma Suryani, Politisi dari Partai Nasdem, menyatakan pihaknya akan memanggil Kemenkes setelah menerima aduan dari KTKI mengenai PHK massal.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memicu perhatian dari Komisi IX DPR RI.
Para anggota KTKI yang menjadi korban PHK berkesempatan melakukan audiensi dengan Komisi IX yang dipimpin oleh Felly Estelita Runtuwene, pada Senin (28/10/2024).
Irma Suryani, Politisi dari Partai Nasdem di Komisi IX DPR, menyatakan pihaknya akan memanggil Kemenkes setelah menerima aduan dari KTKI mengenai PHK massal.
Ia menekankan pentingnya langkah konkret untuk menjaga transparansi dan integritas dalam tubuh KKI, yang diduga melanggar asas good public governance.
“Dalam keputusan Peraturan Menkes Nomor 12 Tahun 2024 dijelaskan bahwa ini menjadi alasan pemberhentian anggota KTKI,” kata Irma.
“Komisi IX akan mengundang Kemenkes untuk menjelaskan masalah ini sehingga kami dapat mencapai kesimpulan dan menentukan langkah selanjutnya,” lanjutnya.
Tuntutan KTKI mencakup transparansi dalam mekanisme seleksi anggota KKI, kolegium, dan majelis disiplin profesi, dengan proses yang terbuka, adil, dan akuntabel.
Dalam audiensi tersebut, Juru Bicara KTKI, Priyanto dan Rachma Fitriati menuntut langkah konkrit untuk menjaga transparansi dan integritas dalam tubuh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).
KTKI Perjuangan mencatat berbagai kejanggalan pada Mekanisme Seleksi KKI mengacu PMK 12/2024 dan bunyi Keputusan Presiden 69/M/ 2024.
“Sangat mengejutkan, Ketua KKI yang ditunjuk dari unsur Pemerintah, ternyata telah pensiun per 1 Oktober 2024. Bukan itu saja, kami banyak menerima laporan, yang bersangkutan ternyata juga terlibat sebagai panitia seleksi, karena sebelumnya Dirjen Nakes Kemenkes.” Ini sangat mengusik rasa keadilan.
“Seharusnya, Lembaga non-struktural bersifat independen, dengan kolektif kolegial, bekerja di bawah Presiden, tidak bisa di intervensi oleh Menteri. Ini jelas-jelas, terang-benderang maladministrasi dan melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik atau AAUPB,” tandas Rachma yang juga Dosen Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia