IM57+ Institute Kritik Komposisi Pimpinan KPK 2024–2029 Diisi Aparat Penegak Hukum
Menurut IM57+ Institute, komposisi pimpinan KPK periode 2024-2029 ini menunjukkan pemerintahan baru tidak memiliki komitmen dalam mendorong reformasi
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Memanggil atau IM57+ Institute mengkritisi komposisi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024–2029 yang seluruhnya diisi oleh aparat penegak hukum (apgakum).
Diketahui Komisi III DPR RI telah memilih lima pimpinan KPK melalui mekanisme pemungutan suara pada hari ini.
Dari unsur Polri terdapat Setyo Budiyanto dan Agus Joko Pramono. Dari unsur kejaksaan ada Fitroh Rohcahyanto dan Johanis Tanak. Sementara dari unsur hakim ada Ibnu Basuki Widodo.
Menurut IM57+ Institute, komposisi pimpinan KPK periode 2024-2029 ini menunjukkan pemerintahan baru tidak memiliki komitmen dalam mendorong reformasi KPK yang seharusnya menjadi kunci penting dalam pemberantasan korupsi.
Untuk informasi, IM57+ Institute merupakan wadah pegawai KPK yang diberhentikan Firli Bahuri melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Tidak ada representasi masyarakat sipil dalam komposisi pimpinan pimpinan KPK yang terpilih. Seluruh pimpinan KPK yang terpilih mewakili institusi penegak hukum dan auditor," kata Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).
"Bagaimana bisa semangat reform dibawa ketika pimpinan yang terpilih berasal dari berbagai instansi yang menjadi salah satu objek pengawasan KPK," imbuhnya.
Baca juga: Johanis Tanak Kembali Buat Pernyataan soal OTT Kini Singgung Kejaksaan dan Polri
Hal kedua yang disorot ialah terkait tidak ada komitmen DPR untuk melakukan reformasi KPK. Pimpinan KPK yang bermasalah masih dipilih dan bahkan menduduki urutan pertama.
"Padahal, semua sudah menyaksikan bagaimana kiprah pemberantasan korupsi selama Johanis Tanak berada di KPK. Selain potensi catatan etik, tidak ada gebrakan yang dilakukan Johanis Tanak dan bahkan memukul mundur instrumen utama inovasi KPK, yaitu OTT," katanya.
"Ini membuktikan tidak adanya komitmen serius dari Komisi III untuk mengembalikan KPK seperti sediakala," kata Lakso menambahkan.
Baca juga: Eks Penyidik soal Setyo Budiyanto jadi Ketua KPK: Tidak Ada Rekam Jejak Buruk
Hal ketiga yang disorot IM57+ Institute adalah berkaitan dengan para pemimpin KPK yang terpilih harus dapat menunjukan loyalitas tunggal dan indepedensi sehingga harus mundur dari institusi asal. KPK adalah tempat inovasi pemberantasan korupsi harus dibangun.
"Tanpa adanya semangat indepedensi hal tersebut mustahil dilakukan. Untuk itu, indepedensi dapat dimanifestasikan melalui komitmen untuk tidak double loyalty dalam memimpin KPK," kata Lakso.