Fakultas Hukum Undip Terbitkan Anotasi soal Kasus Mardani Maming, Ini Hasil Kajiannya
Sementara itu, akademisi Prof Dr. Yunanto memfokuskan kajiannya pada hukum perdata, dan Agus Priyono juga melakukan pengkajian dari sisi hukum perdata
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) menerbitkan anotasi yang menyoroti dugaan kekhilafan majelis hakim dalam putusan terhadap terpidana kasus korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming.
Para pakar hukum di universitas terbesar di Jawa Tengah itu juga menyampaikan aspirasi agar Mardani H Maming segera dibebaskan.
Hasil kajian atau anotasi itu disampaikan saat jumpa pers di kampus Fakultas Hukum Undip Semarang, Rabu (30/10/2024).
Akademisi yang ikut mengkaji adalah Prof. Dr. Retno Saraswati yang melakukan pengkajian dari sisi Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yos Johan Utama mengkaji dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara serta pidana.
Sementara itu, akademisi Prof Dr. Yunanto memfokuskan kajiannya pada hukum perdata, dan Agus Priyono juga melakukan pengkajian dari sisi hukum perdata.
Anotasi ini menegaskan bahwa majelis hakim diduga keliru dalam menilai dan mengkonstruksikan transaksi keperdataan yang melibatkan sejumlah perusahaan, seperti PT Prolindo Cipta Nusantara, dan PT Angsana Terminal Utama, sebagai tindakan kamuflase suap.
“Analisis dan kajian anotasi ini mengacu pada fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam putusan terhadap Mardani H. Maming selama ini,” ujar Retno Saraswati yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Undip, Rabu (30/10/2024).
Baca juga: Kejagung Bakal Telusuri Perkara yang Ditangani Zarof Ricar Selama Jadi Makelar Kasus di MA
Retno menambahkan, tim pengkaji anotasi ini menilai keputusan majelis hakim terhadap Mardani terkesan terburu-buru dan tidak berlandaskan fakta yang akurat.
"Menurut analisis tim anotasi, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan kejanggalan dalam transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut," ujar Retno.
Yos Johan melanjutkan, majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 undang-undang 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara adalah salah alamat karena larangan itu ditujukan hanya untuk pemegang IUP dan IUPK
“Fakta yuridis menunjukkan bukti bahwa Mardani H. Maming selaku Bupati dan sekaligus pejabat tata usaha negara mempunyai kewenangan atributif menerbitkan IUP dan IUPK sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara,” ungkap Yos Johan Utama.
Yos melanjutkan, tim anotasi juga menemukan, semua transaksi berasal dari perjanjian yang sah dan legal antara pihak-pihak yang terlibat, serta tidak pernah dibatalkan.
"Sehingga tidak dapat disimpulkan sebagai tindakan penyuapan,” kata dia.
Baca juga: LIVE Menuju Akhir Putusan PK: KY Diam-diam Pantau Hakim Kasus Vina hingga Susno Prediksi Kecelakaan