Kerja Sama Pertahanan RI dengan China Dinilai Belum Kurangi Sikap Agresif Tiongkok di Natuna
Dalam menyambut uluran diplomasi pertahanan China, Indonesia diimbau tetap memperhatikan tantangan-tantangan yang ada
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Dia berpandangan bahwa kekuatan laut China saat ini menjadi besar sebagai akibat akumulasi kebijakan-kebijakan maritim mereka sejak zaman Deng Xiaoping. Menurutnya, Indonesia harus mengambil strategi China di atas sebagai pelajaran demi mempertahankan kepentingan maritim Indonesia sendiri.
“Kita harus belajar bagaimana menjadi kekuatan maritim yang besar,” tuturnya. Dia juga menyatakan bahwa tanpa kekuatan maritim, diplomasi menjadi tidak bermanfaat.
“Without Maritime Power, jangan coba-coba berdiplomasi,” pungkasnya. Dalam menghadapi tantangan dari berbagai kekuatan luar termasuk China, Budiman berpandangan bahwa Indonesia harus memiliki strategi kuat yang dipimpin oleh seorang pengatur irama yang juga kuat. “Peran tersebut diharapkan dimainkan oleh Kementerian Pertahanan,” tutur beliau.
Sementara itu Ristian menyatakan bahwa China sebenarnya cenderung menerapkan diplomasi militer ketimbang diplomasi pertahanan. “Diplomasi militer tersebut tunduk pada keputusan Partai Komunis China (PKC) dan demi kepentingan PKC,” tuturnya.
Namun demikian, menurutnya, Indonesia perlu menyambut dan mengembangkan diplomasi pertahanan dengan China, karena diplomasi tersebut berpotensi membangun komunikasi dan rasa saling percaya antara pejabat Kementerian Pertahanan dan militer kedua negara dan mengurangi potensi gesekan di laut, yang menjadi sumber ketegangan antara Indonesia dan China.
“Selain itu, dengan menjalankan diplomasi pertahanan dengan China, Indonesia sudah membuktikan sikap non-blok Indonesia, yang juga menjalankan diplomasi serupa dengan negara-negara Barat dan sekutunya,” pungkasnya.
Meski demikian Ristian tidak setuju bila sikap non-blok tersebut diartikan dalam bentuk jumlah dan porsi yang sama antara diplomasi pertahanan dengan Barat dan China. “Prosentasi diplomasi nya tidak harus sama,” jelas Ristian. Namun Ristian berpandangan bahwa diplomasi militer Indonesia dengan China juga menghadapi beberapa tantangan.
“Pertama, diplomasi pertahanan belum berhasil mencegah sikap agresif China di Natuna. Kedua, ada kekhawatiran diplomasi pertahanan justru dijadikan siasat oleh China untuk mempelajari dan memahami kekuatan kita,” ujar peneliti mitra FSI itu.
Dalam sesi tanggapan, perwakilan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI menekankan kembali pentingnya mempertimbangkan bagaimana diplomasi pertahanan bisa menjadi sinyal stabilitas yang mengedepankan prinsip-prinsip non-blok dan kedaulatan di kawasan ASEAN, khususnya di Laut China Selatan dan sekitar perairan Natuna
Dia juga mengatakan bahwa kerja sama dengan mitra mana pun, termasuk China, tidak mengurangi komitmen Indonesia terhadap aturan hukum internasional, terutama United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang merupakan pijakan utama dalam penyeleaian konflik maritime di kawasan.
"Dengan demikian kerja sama pertahanan ini diharapkan dapat sejalan dengan kepentingan nasional dan tetap menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku,” pungkasnya.
Seminar ini dihadiri sejumlah perwira tinggi dan menengah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Keamanan Laut RI (Bakamla RI).
Antara lain, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla RI Laksamana Muda (Bakamla) Samuel H. Koawaas, Direktur Kerja Sama Bakamla RI Laksamana Pertama (Bakamla) Eka Satari, perwakilan Komando Armada RI Kolonel Laut Puji Basuki, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Perencanaan Unhan RI, Laksamana Muda TNI Dr. Ir. Agus Adriyanto, S.T., M.M., M.Tr. Opsla., CIQnR., CIQaR, Dekan FKN Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Ir. Pujo Widodo, S.E., S.H., S.T., M.A., M.Si., M.D.S., M.Si (Han), Kepala Program Studi Magister Keamanan Maritim Unhan RI Kolonel Laut (KH) Dr. Panji Suwarno, S.E., M.Si., CIQnR, dan sejumlah perwira menengah dan perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia.
Hadir pula melalui daring perwakilan dari Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI Kolonel Sugeng.
Caption:
Seminar “Diplomasi Pertahanan China di Asia Tenggara: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia,” yang diselenggarakan Program Studi Keamanan Maritim Fakultas Keamanan Nasional (FKN), Universitas Pertahanan Republik Indonesia bersama Forum Sinologi Indonesia dan Indonesian Maritime Security Initiative di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.