Pakar Hukum Minta Publik Awasi Pengajuan Novum Dalam PK Maming
Pakar hukum Sholehuddin mengingatkan upaya peninjauan kembali (PK) dibatasi oleh adanya novum atau bukti baru
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum dan dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Prof M. Sholehuddin mengingatkan upaya peninjauan kembali (PK) dibatasi oleh adanya novum atau bukti baru.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat memang perlu mengawasi peninjauan kembali (PK) yang ada di Mahkamah Agung (MA). Tidak terkecuali yang sedang berproses yakni PK yang diajukan terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming.
“Karena PK ini kan sudah tegas yang namanya PK itu apa, PK itu peninjauan kembali yang hanya dibatasi dengan adanya novum. Ini yang diawasi, benar-benar ada novum gak? jangan-jangan kemudian diada-adakan dalam tanda petik kemudian putusan menjadi lebih ringan dan bebas,” kata Sholehuddin pada Senin, (4/11/2024).
Baca juga: Zarof Ricar Diperiksa MA di Kejagung Terkait Makelar Kasus & Rencana Suap Perkara Ronald Tannur
Sholehuddin mengingatkan syarat peninjauan kembali (PK) sudah jelas tertera di pasal 263 ayat 2 ialah adanya novum atau keadaan baru.
“Tentunya harus diawasi masyarakat harus mengawal terus, terutama ahli hukum, juga perlu mengawasi jangan hanya banyak berkomentar seperti tidak ada ujung pangkalnya, hanya membuat riak-riak,” tuturnya.
Diketahui, Mardani awalnya divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada 10 Februari 2023 terkait perkara suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) saat masih menjabat sebagai Bupati Tanahbumbu.
Selain itu, Majelis Hakim yang diketuai oleh Heru Kuntjoro juga menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Tidak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 110.601.731.752 (Rp 110,6 M).
Mardani pun mengajukkan banding, dan Jaksa KPK pun ikut mengajukan banding ke PT Banjarmasin. Putusannya, hukuman Mardani pun justru diperberat melalui putusan dengan nomor 3/PID.SUS-TPK/2023/PT BJM menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh PT Banjarmasin.
Mardani pun melalui penasihat hukumnya mengajukkan kasasi, dan dalam putusannya MA menolaknya.
Masih tidak puas atas putusan tersebut, Mardani dan penasihat hukumnya pun rupanya mengajukkan PK.
Mahkamah Agung bentuk tim usut makelar kasus
MA membentuk tim untuk memeriksa hakim kasasi yang memutus terpidana Ronald Tannur soal perkara penganiayaan. Adapun putusannya yakni selama lima tahun penjara.
Juru Bicara MA, Yanto mengatakan tim ini diputuskan setelah pimpinan MA melakukan rapat pada Senin (28/10/2024) secara kolektif kolegial.
"Memutuskan membentuk tim pemeriksa Yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada Majelis Hakim Kasasi," kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin.
Baca juga: Fakultas Hukum Undip Terbitkan Anotasi soal Kasus Mardani Maming, Ini Hasil Kajiannya
Adapun tim yang terbentuk terdiri dari Diharso Budi Santiarto selaku Ketua Kamar Pengawasan MA, Jupriyadi selaku Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA dan Nur Ediono selaku Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA yang merupakan anggota tim.
"Kepada masyarakat untuk memberi kepercayaan dan waktu kepada tim Untuk melakukan tugas tersebut Selanjutnya menunggu hasil klarifikasi yang digalakkan oleh tim tersebut," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Pakar Hukum Ungkap Celah Putusan PK Mardani Maming Jadi Ringan, Usut Tuntas Kasus Zarof Ricar