Peran Prasetyo Boeditjahjono di Kasus Korupsi Jalur KA, Pecah Proyek Rp 1,3 T, Dapat Fee Rp 2,6 M
Tersangka dijerat atas perbuatannya memecah proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa di Wilayah Sumatra Bagian Utara.
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI.
Prasetyo menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa pada 2017-2023.
Baca juga: Dikuntit 3 Minggu, Eks Dirjen Perkeretaapian Ditangkap saat Bersama Keluarga di Hotel
Diketahui dalam kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 triliun.
Dalam kasus ini diketahui Kejagung sebelumnya telah menetapkan tujuh tersangka yakni:
- NSS selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017,
- AGP selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018.
- AAS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
- RMY selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017
- AG selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan.
- FG selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya.
Memecah Proyek hingga Dapat Fee
Lalu apa peran Prasetyo Boeditjahjono dalam kasus ini?
Dalam perkara ini para terdakwa dijerat atas perbuatannya memecah proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa di Wilayah Sumatra Bagian Utara pada periode 2016 sampai Juli 2017.
Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp 100 miliar.
Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp 1,3 triliun lebih.
Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.
"Dengan tujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks dan memerintahkan Rieki Meidi Yuwana untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi," kata jaksa.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara disebut-sebut mengalami kerugian negara mencapai Rp 1,15 triliun lebih.
Nilai kerugian negara itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baca juga: Jaksa Tuntut 3 Terdakwa Kasus Korupsi Pembangunan Rel Kereta Besitang-Langsa 6 dan 8 Tahun Penjara
"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan."
Mengutip Kompas.com, peran Prasetyo terungkap setelah penyidik mengembangkan kasus tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan para terdakwa lain.
"Dalam perkara korupsi terkait rel kereta api ini, saat ini sedang dilakukan proses persidangan terhadap 7 tersangka. Kemudian dalam perkembangannya hari ini sudah ditetapkan satu lagi tersangka," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar saat konferensi pers, Minggu (3/11/2024).
Qohar menjelaskan, kasus korupsi ini bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Medan memulai pembangunan jalur kereta api, dengan anggaran Rp 1,3 triliun dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Namun dalam pelaksanaannya, Prasetyo memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berinisial NSS untuk memecah proyek konstruksi tersebut menjadi 11 paket.
"Dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara berinisial NSS untuk memenangkan 8 perusahaan dalam proses tender atau lelang," kata Qohar.
Setelah itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa berinisial RMY melaksanakan tender proyek, tanpa dilengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis.
Baca juga: Terungkap di Sidang, Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Disebut Kecipratan Rp1,4 M Lewat Sopir
Proses kualifikasi pengadaan juga dilakukan dengan metode yang bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa.
"Dalam pelaksanaannya, diketahui pembangunan Jalan KA Besitang tidak didahului studi kelayakan, tidak terdapat dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kemenhub," ungkap Qohar.
Ia menambahkan bahwa konsultan pengawas, KPA, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga sengaja memindahkan jalur yang dibangun.
Kondisi ini membuat jalur kereta api tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, dan berujung pada terjadinya penurunan tanah atau amblas.
"Sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak berfungsi atau tidak dapat terpakai," ucap Qohar.
Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.
Kini, Prasetyo sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Dakwaan Jaksa
Sebelumnya Prasetyo disebut-sebut turut menerima uang dalam perkara dugaan korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.
Hal itu terungkap di dalam dakwaan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung yang dibacakan dalam persidangan Senin (15/7/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dakwaan dibacakan untuk tiga mantan pejabat Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Kementerian Kemenhub, yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi ini.
Ketiga yakni mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan; mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Halim Hartono; dan mantan Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara; Rieki Meidi Yuwana.
Mereka merupakan bagian dari tujuh terdakwa yang empat lainnya berada dalam berkas terpisah (splitzing).
Empat terdakwa lainnya yakni Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik periode 2016-2017; Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik periode 2017-2018, Amana Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; serta Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut bahwa pejabat Eselon I Kemenhub itu memperkaya diri Rp 1,4 miliar.
"Bahwa perbuatan Akhmad Afif Setiawan bersama-sama Nur Setiawan Sidik, Amanna Gappa, Rieki Meidi Yuwana, Halim Hartono, Arista Gunawan, Freddy Gondowardojo, Hendy Siswanto, dan Prasetyo Boeditjahjono sebagaimana tersebut diatas telah memperkaya: Prasetyo Boeditjahjono sebesar Rp 1.400.000.000," kata jaksa penuntut umum.
Menurut jaksa, uang diterima Prasetyo Boeditjahjono selaku Dirjen Perkeretaapian melalui sopirnya.
Uang tersebut bersumber dari vendor PT Wahana Tunggal Jaya.
"Pemberian uang dari Andreas Kertopati Handoko (PT Wahana Tunggal Jaya pelaksana BSL-7) kepada Prasetyo Boeditjahjono melalui supir sejumlah Rp1.400.000.000," ujar jaksa.
Meski disebut menerima uang, eks Dirjen itu tidak menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Namun perbuatannya bersama para terdakwa disebut-sebut telah merugikan negara Rp 1,15 triliun.
Nilai kerugian negara itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan."
Sumber: (Tribunnews.com/Abdy Ryanda) (Kompas.com)