Dicecar Soal Lokasi Kantor Perusahaan Boneka Kasus Timah, Saksi Mengaku Tak Tahu Padahal Pendiri
Agustiono, seorang pendiri CV Rajawali Total Persada, perusahaan cangkang dalam kasus korupsi timah mengaku tidak tahu lokasi kantor perusahaan
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
"Belum ada operasional sama sekali?" tanya Tim Hukum lagi.
"Tidak ada kegiatan apa pun," ucap Agus.
Diketahui dalam kasus dugaan korupsi timag terungkap adanya praktik perusahaan cangkang yang diduga digunakan sebagai kamuflase untuk menutupi aktivitas ilegal.
Fakta tersebut terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung terhadap terdakwa MB Gunawan, Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).
Menurut jaksa, MB Gunawan bersama Suwito Gunawan alias Awi, diduga membentuk dua perusahaan cangkang, yaitu CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada, yang bertujuan untuk mengumpulkan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Dua perusahaan tersebut diketahui beroperasi sebagai transporter dengan memanfaatkan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan.
Bijih timah yang dikumpulkan kemudian dijual kepada PT Timah, yang kemudian mengirimkannya ke PT Stanindo Inti Perkasa sebagai bagian dari kerja sama sewa peralatan processing.
Jaksa juga mengungkap bahwa harga bijih timah yang dijual oleh perusahaan cangkang tersebut kepada PT Timah mencapai USD 3.700 per ton, yang lebih mahal dari harga pasar.
Penentuan harga ini dilakukan tanpa adanya kajian yang memadai.
MB Gunawan kini menghadapi dakwaan pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.
Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.