Pergantian Diksi Perampasan Jadi Pemulihan Dinilai Hilangkan Semangat Pemberantasan Korupsi
Penggantian diksi perampasan menjadi pemulihan bisa mengurangi semangat tegas yang ingin disampaikan dari RUU tersebut.
Penulis: Reza Deni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib RUU Perampasan Aset yang terkatung-katung hampir satu dekade kembali disorot.
Apalagi, muncul wacana yang digaungkan DPR untuk mengubah diksi nama payung hukum itu dari perampasan menjadi pemulihan.
Baca juga: Pimpinan Baleg DPR: Untuk Pemberantasan Korupsi, Tanpa UU Perampasan Aset Rasanya Sudah Cukup
Pengamat hukum dan politik Pieter C Zukifli menyebut penggantian diksi perampasan menjadi pemulihan bisa mengurangi semangat tegas yang ingin disampaikan dari RUU tersebut.
Pieter mengingatkan jika DPR hanya berfokus pada istilah, RUU ini justru bisa kehilangan esensinya.
Baca juga: Anggota Fraksi PAN Saleh Daulay Sebut RUU Perampasan Aset Sulit Masuk Prolegnas, Ini Kendalanya
"Jelas saja perubahan ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah perubahan kata ini hanyalah soal linguistik, atau justru memengaruhi esensi dari RUU tersebut?" kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (9/11/2024).
Dia menyinggung soal tidak sejalannya sikap Parlemen dengan pemerintah terkait penggantian diksi dari RUU tersebut.
Salah satunya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang menyatakan hingga sekarang belum ada kajian komprehensif mengenai alasan penggantian diksi tersebut.
Supratman juga menyatakan usulan perubahan kata perampasan menjadi pemulihan masih menunggu kajian mendalam. Dalam pandangannya, penggunaan istilah yang tepat sangat penting karena berpengaruh pada pemahaman dan penerapan undang-undang dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Supratman bahkan menegaskan perlunya diskusi mendalam sebelum RUU Perampasan Aset dapat dimasukkan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Di sisi lain, parlemen dalam beberapa kesempatan mengungkap alasan ingin mengubah diksi dari RUU tersebut.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengungkapkan kekhawatiran bahwa kata perampasan memiliki konotasi yang kurang baik dalam konteks hukum di Indonesia.
Doli mencatat bahwa dalam United Nations Convention against Corruption (UNCAC), istilah yang digunakan adalah 'stolen asset recovery' yang diterjemahkan sebagai pemulihan aset.
Menurutnya, istilah pemulihan lebih merefleksikan niat baik daripada perampasan yang bisa dianggap ofensif.