Tak Kooperatif dan Kabur, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Bisa Terancam Tuntutan Hukum Lebih Berat
Sahbirin Noor melarikan diri pasca KPK melakukan OTT pada 6 Oktober lalu terkait dugaan suap di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel.
Penulis: Rifqah
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor melarikan diri setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 Oktober lalu, terkait dugaan suap di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel.
KPK menyatakan upaya Sahbirin kabur itu bisa menjadi pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memperberat tuntutan.
Pasalnya, Sahbirin tidak bersikap kooperatif selama pemeriksaan kasus berlangsung.
"Iya, itu nanti akan menjadi kewenangan jaksa penuntut umum," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Sabtu (9/11/2024).
Hingga kini, tim penyidik KPK pun masih terus berusaha mencari keberadaan gubernur yang akrab disapa Paman Birin tersebut.
Penyidik disebut telah mengantongi informasi soal lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian tersangka kasus dugaan korupsi itu.
"Informasi yang saya dapat, penyidik masih memiliki opsi-opsi informasi lokasi di mana yang bersangkutan ini bisa ditemukan."
"Jadi masih dilakukan proses pencarian yang bersangkutan," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2024).
Kendati demikian, informasi mengenai hal tersebut tidak bisa dibuka ke publik.
"Informasi kami enggak bisa share secara terbuka di sini, untuk penyidik jajaki, datangi dan cari keberadaan yang bersangkutan," kata Tessa.
Tessa kemudian mengatakan, keberadaan informasi soal lokasi itu menjadi alasan penyidik belum memasukkan Sahbirin ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Baca juga: KPK Tantang Sahbirin Noor Muncul: Rakyat Kalimantan Selatan Menunggu
Karena pada umumnya, status DPO diterbitkan ketika penyidik tidak lagi memiliki opsi terkait pencarian Sahbirin.
Apalagi, status Sahbirin saat ini juga masih dalam pencegahan ke luar negeri.
Tessa lantas menerangkan bahwa penerbitan DPO bisa dilakukan jika semua cara untuk mencari Sahbirin sudah dilakukan.
"KPK sudah melakukan proses pencekalan atau pencegahan ke luar negeri, sehingga kami masih memiliki keyakinan yang bersangkutan ada di dalam negeri, tidak keluar negeri," katanya.
"Umumnya, DPO itu dikeluarkan setelah semua opsi sudah dilakukan dan sudah tidak ada lagi yang bisa, tidak ada informasi segala macam, penegak hukum menerbitkan DPO," lanjut Tessa.
Sebagai informasi, dalam OTT KPK pada 6 Oktober lalu, tim penyelidik dan penyidik mengamankan sejumlah anak buah Sahbirin.
Selain Paman Birin, KPK juga telah menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlinah, pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan berinisial Agustya Febry Andrean.
Kemudian ada dua orang pihak swasta yang berstatus tersangka yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Sahbirin diduga menerima fee 5 persen terkait pengaturan proyek yang nilainya sementara mencapai Rp 1 miliar.
Uang itu berasal dari Sugeng Wahyudi bersama Andi Susanto terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan pembangunan Gedung Samsat.
Selain itu, Sahbirin juga disangka menerima fee pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalsel.
Dari tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK itu, enam orang di antaranya langsung ditahan.
Sementara itu, Sahbirin belum diketahui keberadaannya hingga kini.
Sahbirin diketahui juga sempat mendaftarkan gugatan praperadilan pada Kamis (10/10/2024) lalu.
Gugatan praperadilan itu telah teregister dengan nomor perkara: 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Klasifikasi perkara: sah atau tidaknya penetapan tersangka.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ilham Rian)