Soal Hak Konstitusi Ortodoks di Indonesia, Ini Pandangan Pakar Hukum Amstrong Sembiring
Menurutnya, keputusan MK ini merupakan langkah penting dalam memastikan persamaan di depan hukum.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa penghayat kepercayaan berhak untuk dicantumkan dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Putusan ini tertera dalam MK No 97/PUU-XIV/2016 dan memberikan landasan konstitusional bagi penghayat kepercayaan untuk mengidentifikasi keyakinan mereka dalam dokumen resmi negara.
Pakar hukum, JJ Amstrong Sembiring, menjelaskan bahwa keputusan MK ini merupakan langkah penting dalam memastikan persamaan di depan hukum.
“Prinsip persamaan di depan hukum menjadi landasan utama. Kelompok penghayat kepercayaan harus diakomodasi dalam dokumen negara,” ujarnya dalam keterangan pers pada Selasa, 12 November 2024.
Sembiring menambahkan bahwa pengakuan terhadap penghayat kepercayaan sejalan dengan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang diatur dalam UUD 1945.
“Ini memastikan tidak ada diskriminasi antarkeyakinan,” katanya.
Menurut Sembiring, pengakuan terhadap penganut Ortodoks dalam dokumen kenegaraan dapat dilihat sebagai upaya memperluas cakupan pluralisme agama di Indonesia.
"Putusan MK No 97/PUU-XIV/2016 membuka jalan bagi penghayat kepercayaan untuk diakui dalam administrasi negara, dan prinsip yang sama dapat diaplikasikan bagi komunitas umat Ortodoks," jelasnya.
"Hal ini memperkuat jaminan kebebasan beragama yang diatur dalam Pasal 28E dan 29 UUD 1945, memastikan semua keyakinan mendapat perlakuan setara, termasuk dalam pencantuman identitas keagamaan pada dokumen resmi negara," ujarnya.
Untuk diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 97/PUU-XIV/2016 merupakan putusan yang menguji Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Putusan ini berisi tentang pemaknaan agama dan aliran kepercayaan sebagai hak dasar warga negara yang tidak boleh didiskriminasi.
Berikut beberapa poin penting dari putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016:
- Agama didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusan-Nya.
- Aliran kepercayaan merupakan hak dasar warga negara yang tidak boleh didiskriminasi.
- Penghayat kepercayaan adalah kelompok suku-suku asli yang menjunjung tinggi kepercayaan tradisional mereka.
- Dalam database kependudukan, kolom agama untuk penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dicatat.
Putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga semua pihak wajib menaati dan melaksanakannya.
Putusan MK memperoleh kekuatan hukum sejak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, sehingga tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.
Sumber: Tribun Banten
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.