Dalam Sidang, Ahli Hukum Bisnis Jelaskan Kerja Sama PT Timah-Swasta Tak Melawan Hukum
Ahli hukum sebut BUMN yang tidak mendapatkan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tidak termasuk dalam ranah keuangan negara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Bisnis Nindyo Pramono menjelaskan bahwa anak usaha dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak mendapatkan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tidak termasuk dalam ranah keuangan negara.
Hal itu disampaikan Nindyo ketika menjawab pertanyaan kuasa hukum terkait aset holding atau anak usaha BUMN yang bukan berasal dari negara.
Ia dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi ahli dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi timah pada Senin pekan ini.
"Apakah ada holding atau anak BUMN yang kekayaannya itu bukan berasal dari kekayaaan negara?” tanya PH.
Nindyo menjawab, kalau ada beberapa perusahaan BUMN yang sudah menjual sahamnya kepada publik melalui pasar modal, dan kekayaan dari publik masuk ke dalam perusahaan tersebut.
"Itu pemegang sahamnya dari memegang saham publik, sekalipun tidak signifikan," jawab Nindyo.
Kemudian, PH juga mempertanyakan soal apabila kerugian yang terjadi pada perusahaan BUMN tersebut, juga akan mempengaruhi kekayaan negara karena PH meyakini bahwa tidak semua permodalan anak usaha BUMN berasal dari APBN.
Nindyo menjelaskan, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 2020 menyebutkan, apabila sumber dari permodalan dari APBN maka masuk kekayaan negara, berlaku juga sebaliknya.
"SEMA itu mengatakan, kalau sumber dari permodalan dari anak atau cucu perusahaan itu bukan dari APBN, maka itu tidak masuk ranah keuangan negara. Kalau sumbernya dari APBN kekayaan negara yang dipisahkan tadi, berarti itu masuk bagian dari kekayaan negara," jelas Nindyo.
PT Timah sendiri disebut sudah melakukan Initial Public Offering (IPO) atau Penawaran Saham Perdana sejak 19 Oktober 1995 dengan harga penawaran Rp 2.900 dengan saham yang ditawarkan sebanyak 176.155.000 lembar.
Selain itu, PH juga mempertanyakan jika suatu perusahaan akan meningkatkan produksi melalui kerja sama dengan swasta, dengan meminta legal opinion dari instansi terkait dan hasil pekerjaanya sudah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), apakah masih melanggar hukum.
"Kemudian kerja sama itu terjalin antara anak BUMN dengan swasta, dari perspektif bisnis dan keperdataan oleh klausul yang halal, apakah perjanjian itu sah?” tanya PH.
Nindyo menjabarkan, dari ilustrasi yang diberikan, perjajian tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak melanggar Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Baca juga: Hakim Tegur Jaksa Penuntut Umum agar Tak Menutupi Hasil Audit BPKP
"Kalau dari ilustrasi, perjanjian itu sah sepanjang tidak melanggar 1320 KUHPerdata, syarat sah yang berjanjian, maka perjanjian yang lain secara sah berlaku layaknya undang-undang bagi mereka yang membuatnya Pasal 1338 Ayat 1 dari KUHPerdata," jelasnya.