Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc.
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. adalah dosen, pengacara, pakar hukum tata negara, politikus, intelektual Indonesia, dan mantan menteri
Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. adalah Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto
Yusril Ihza Mahendra dikenal sebagai sosok yang memiliki banyak profesi.
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. merupakan seorang dosen, pengacara, pakar hukum tata negara, politikus, intelektual Indonesia, dan juga mantan menteri.
Sebagai politikus, Yusril Ihza Mahendra menjabat Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) selama tiga kali pada periode 1998–2004, periode 2014–2019, dan periode 2019–2024.
Yusril Ihza Mahendra lahir pada 5 Februari 1956 di Lalang, Manggar, Belitung Timur.
Yusril Ihza Mahendra adalah anak dari Idris Haji Zainal Abidin dan Nursiha Sandon.
Ayah Yusril, Idris Haji Zainal Abidin, terkenal sebagai seorang penulis naskah dan novel.
Sesuai adat Minangkabau, Yusril Ihza Mahendra mendapat gelar sako (pusaka) yaitu Datuk Maharajo Palinduang.
Yusril Ihza Mahendra menikah dengan Kessy Sukaesih pada tahun 1983.
Namun pernikahan Yusril dan Kessy bercerai pada tahun 2005.
Setahun kemudian, Yusril Ihza Mahendra menikah lagi dengan seorang perempuan blasteran Jepang – Filipina, Rika Tolentino Kato alias Rika Kato, pada 2006.
Baca juga: Bahas RUU Perampasan Aset, Pimpinan KPK Temui Menko Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra mempunyai 6 orang anak yaitu Yuri Kemal Fadlullah, Kenia Khairunissa, Meilany Alissa, Ali Reza Mahendra, Ismail Zakaria, Zulaikha.
Riwayat Pendidikan
Dilansir Tribunnews Wiki, Yusril Ihza Mahendra menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di tanah kelahirannya.
Selama sekolah, Yusril Ihza Mahendra sudah aktif berorganisasi. Ketika SMP dan SMA, ia aktif menjadi Ketua OSIS.
Selain menjadi Ketua OSIS, Yusril Ihza Mahendra juga aktif di Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) tingkat rayon.
Lulus dari SMA, Yusril Ihza Mahendra melanjutkan pendidikannya ke Universitas Indonesia, mengambil Ilmu Filsafat di Fakultas Sastra hingga lulus pada tahun 1982.
Selama kuliah, Yusril Ihza Mahendra juga masih aktif berorganisasi. Ia aktif di beberapa organisasi seperti menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI).
Meskipun aktif di berbagai organisasi, tapi pendidikan Yusril Ihza Mahendra bisa dikatakan sangat mulus.
Yusril Ihza Mahendra kembali mengambil kuliah di Universitas Indonesia di jurusan Hukum Tata Negara dan lulus pada 1983.
Lulus dari Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Punjab, Pakistan mengambil program master Social Science.
Yusril Ihza Mahendra hanya membutuhkan waktu satu tahun untuk meraih gelar masternya. Pada 1984 ia lulus dari University of Punjab.
Tak puas dengan gelar masternya, Yusril Ihza Mahendra kembali melanjutkan studinya dengan mengambil program doktoral di University Sains Malaysia. Yusril Ihza Mahendra berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy pada tahun 1993.
Dari almamaternya, Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra berhasil mendapatkan gelar Guru Besar.
Berikut detailnya:
- SMP Negeri 1 Manggar, Belitung Timur
- S1 Filsafat, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia (1982)
- S1 Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia (1983)
- S2 Social Science, University of Punjab, Pakistan (1984)
- S3 Politic Science, University Sains Malaysia, Malaysia (1993)
Baca juga: Yusril Sebut Prabowo Sudah Bersurat ke DPR untuk Menyetujui 10 Nama Calon Pimpinan KPK
Karier
Karier Yusril Ihza Mahendra dimulai dari dunia akadimis. Ia bekerja sebagai dosen pada tahun 1983 di tiga perguruan tinggi, yaitu Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Akademi Ilmu Pemasyarakatan, serta Departemen Kehakiman.
Yusril Ihza Mahendra juga meraih gelar guru besar dari Program Pascasarjana dan Fakultas Hukum UI, sehingga ia juga mengajar Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum, dan Filsafat Hukum di sana.
Yusril Ihza Mahendra juga tercatat dalam kepanitiaan konferensi internasional seperti Sidan AALCO, Konferensi Internasional tentang Tsunami, serta Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika.
Meski sudah tidak menjadi mahasiswa lagi, jiwa organisator Yusril Ihza Mahendra tampaknya tidak pudar. Ia bahkan tergabung dalam beberapa organisasi internasional seperti Regional Islamic Da’wah Council of Southsea Asia and the Pacific yang bermarkas di Kuala Lumpur, Malaysia.
Yusril Ihza Mahendra bahkan pernah menjabat sebahai Vice President dan President Asian-African Legal Consultative Organization yang berpusat di New Delhi.
Kariernya kian cemerlang ketika ia didaulat oleh pemerintah Indonesia sebagai anggota dan Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam berbagai perundingan internsional seperti dalam siding ASEAN, Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan APEC.
Yusril Ihza Mahendra bahkan pernah ditunjuk mewakili Indonesia untuk berpidato dalam siding Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa.
Ia juga ikut menyusun beberapa Konvensi PBB dan menandatanganinya atas nama Pemerintah Republik Indonesia seperti UN Convention on Transnational Organized Crime di Palermo, Italia dan UN Convention Against Corruption di markas PBB, New York. (3)
Yusril Ihza Mahendra juga merupakan penulis pidato presiden di masa Soeharto. Ada sekitar 204 naskah pidato Presiden Soeharto yang telah ditulis olehnya.
Karier Yusril Ihza Mahendra di bidang politik juga tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pasca lengsernya Presiden Soeharto, pada 17 Juli 1998 Yusril Ihza Mahendra ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus menjadi ketua saat periode-periode awal PBB.
PBB dideklarasikan di halaman Masjid Al-Ahzar Kebayoran Baru, Jakarta dan didukung oleh beberapa ormas Islam tingkat nasional seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), serta masih banyak ormas-ormas yang lainnya.
Dalam pergerakannya, PBB mengadopsi marwah Partai Islam Masyumi di era Presiden Sukarno.
Yusril Ihza Mahendra nyaris menjadi presiden dalam sidang MPR tahun 1999. Maju sebagai calon presiden, Yusril Ihza Mahendra berhasil meraup 232 suara.
Sementara itu, Megawati Soekarnoputri dengan 305 suara dan Abdurrahman Wahid memperoleh 185 suara.
Peluangnya terbuka lebar, tapi poros ketika yang terdiri dari PBB, PAN, PKB, dan Golkar justru memilih Abdurrahman Wahid yang lolos ke putaran kedua melawan Megawati.
Kendati gagal meraih kursi nomor satu di Indonesia, tapi Yusril Ihza Mahendra sempat dipercaya menjadi Menteri di 3 kabinet.
Saat masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Yusril Ihza Mahendra dipercaya memegang jabatan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Ketika Presiden Megawati menggantikan Abdurrahman Wahid, Yusril juga masih dipercaya menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Kemudian ketika masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Yusril Ihza Mahendra dipercaya untuk memegang amanah sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).
Sayangnya perkembangan PBB, partai yang ia dirikan tidak secemerlang karier pribadinya.
Dalam dua Pemilihan Legislatif terakhir (2009 dan 2014), PBB gagal mendapat kursi di senayan.
Bahkan pada pemilihan legislatif 2019, suara PBB hanya mencapai 0,79 persen sehingga dipastikan kembali gagal mengirimkan wakilnya ke senayan karena batas parlementary threshold adalah 4 persen.
Karier Yusril Ihza Mahendra di dunia politik juga terkenal kontroversial karena keberpihakan politisnya.
Pada Pemilihan Presiden 2014, Yusril Ihza Mahendra merupakan saksi ahli pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dalam persidangan di MK.
Saat itu pasangan Prabowo – Hatta Rajasa tidak terima dengan hasil pilpres yang memenangkan pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Saat itu, Yusril Ihza Mahendra meminta kepada MK agar tidak menjadi lembaga kalkulator yang berpatokan pada perhitungan angka-angka hasil pemilu.
Menurutnya, MK harus memainkan peran yang lebih substansial dalam menangani perselisihan hasil pemilihan umum.
Namun pada akhirnya MK menolak gugatan Prabowo – Hatta dan tetap menetapkan Joko Widodo – Jusuf Kalla sebagai pemenang pemilu.
Selama masa kepemimpinan Joko Widodo, Yusril Ihza Mahendra juga dikenal cukup kritis dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Pada tahun 2015, Yusril menjadi pengacara Aburizal Bakrie untuk melawan salah satu pembantu Jokowi, Yasonna H Laoly dalam sengketa internal Partai Golkar.
Yusril Ihza Mahendra kembali berhadapan dengan pemerintah Joko Widodo ketika pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 2017.
Yusril Ihza Mahendra pun menjadi pengacara pihak HTI. Yusril menegaskan akan membela siapapun dan kelompok manapun yang ditindas oleh penguasa dengan cara sewenang-wenang.
HTI dibubarkan oleh pemerintah karena dianggap tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Yusril Ihza Mahendra dan timnya kemudian menggugat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang telah membubarkan HTI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun setahun berikutnya PTUN memutuskan untuk menolak gugatan tersebut.
Kabar mengejutkan datang menjelang Pemilu 2019 ketika Yusril Ihza Mahendra memutuskan untuk menjadi pengacara capres dan cawapres nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Hal ini disambut baik oleh tim Joko Widodo – Ma’ruf Amin.
Jokowi mengatakan mempercayai Yusril sebagai pengacaranya karena profesionalitas mantan Menteri Kehakiman dan Perundang-undangan itu tidak diragukan lagi.
Meskipun menjadi pengacara tim Jokowi – Ma’ruf Amin, tapi Yusril menekankan kalau dia tidak masuk ke dalam tim kampanye.
Pada tahun 2024, Yusril Ihza Mahendra dipercaya untuk menjabat Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dalam Kabinet Merah Putih untuk periode 2024-2029.
Harta Kekayaan
Harta Kekayaan Yusril Ihza Mahendra
Dilansir dari e-LHKPN, Yusril terakhir melaporkan Harta Kekayaannya pada tahun 2007.
Di 2007, ia tercatat memiliki total kekayaan Rp1,62 miliar.
Berikut rincian Harta Kekayaan Yusril Ihza Mahendra per tahun 2007:
A. Tanah dan Bangunan: Rp20.310.000
B. Transportasi: Rp105.000.000
C. Aset perkebunan: Rp94.000.000
D. Harta bergerak lainnya: Rp1.328.677.000
E. Kas lainnya: Rp 75.375.911
F. Total: Rp1,62 miliar
(Tribunnews.com/Ika Wahyuningsih)