DPR Diminta Tak Pilih Capim dan Calon Dewan Pengawas KPK Titipan Prabowo, Jokowi ataupun Bahlil
Zaenur berharap DPR tak memilih capim dan cadewas KPK titipan Prabowo Subianto hingga Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk calon pimpinan (capim) dan calon dewan pengawas (cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin (18/11/2024).
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, berharap para wakil rakyat memilih capim dan cadewas KPK yang bersih, berintegritas, tak punya cacat etik, dan tidak punya cacat pidana.
Baca juga: Fraksi Golkar akan Telusuri Rekam Jejak Capim KPK soal Etika dan Hukum
Zaenur juga berharap DPR tak memilih capim dan cadewas KPK titipan Prabowo Subianto hingga Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu supaya membuat capim dan cadewas KPK tetap independen.
"Bukan orangnya Jokowi, bukan orangnya Prabowo, bukan orangnya Bahlil, bukan orangnya siapa pun," kata Zaenur kepada wartawan, Senin (18/11/2024).
"Bukan, bukan orangnya politisi. Semua harus adalah orang yang independen. Yang itu benar-benar ditunjukkan oleh track record mereka selama ini," sambungnya.
Zaenur menyebut bahwa DPR adalah lembaga politik yang bekerja berdasarkan berbagai pertimbangan dan juga kontestasi kepentingan-kepentingan politik.
Akan tetapi, yang perlu diingatkan kepada DPR adalah bahwa pemilihan pimpinan KPK ini akan sangat menentukan agenda pemberantasan korupsi lima tahun ke depan.
"Ya mungkin bagi kepentingan personal anggota-para anggota DPR, semakin lemah KPK bisa jadi semakin lebih memberikan rasa aman buat mereka. Tetapi tentu itu akan sangat merugikan bagi kepentingan republik," kata Zaenur.
Zaenur mewanti-wanti DPR tidak mengulangi kesalahan masa lalu, yaitu pada saat pemilihan pimpinan KPK periode 2019–2024.
Baca juga: Jalan Tengah Prabowo Sikapi 10 Nama Capim KPK, Tertutup Peluang Anulir Hasil Pansel Era Jokowi?
Di mana parlemen memilih pimpinan yang pada ujungnya bermasalah. Seperti Firli Bahuri yang pada akhirnya menjadi tersangka korupsi.
"Misalnya, orang yang terkasus, terkena kasus etik seperti Firli Bahuri ketika menjabat sebagai deputi penindakan KPK malah justru dijadikan sebagai ketua KPK," katanya.
"Nah secara prediktif, orang yang punya sejarah melakukan pelanggaran akan mengulangi pelanggaran dengan jauh lebih besar karena diberikan kekuasaan sebagai ketua KPK dengan power yang sangat besar," Zaenur melanjutkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.