Petani, Serikat Pekerja hingga Akademisi Khawatir Kemasan Polos Berdampak Buruk bagi Perekonomian
Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mengundang kekhawatiran dari sejumlah kalangan, mulai dari petani, buruh, hingga akademisi.
Editor: Content Writer
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) mengundang kekhawatiran dari sejumlah kalangan, mulai dari petani, buruh, hingga akademisi. Salah satunya adalah aturan yang hendak mengatur rokok akan diproduksi dengan kemasan polos.
Mereka membincangkannya di acara Ruang Rembuk dengan tema Dampak Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah. Acara ini digelar di Kulonuwun Kopi, Kamis (14/11/2024).
Acara ini dihadiri sejumlah kalangan di antaranya Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jateng Nanang Teguh Sambodo, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) SPSI Andreas Hua, Pengamat Kebijakan Publik Dwijo Suyono, dan Pengamat Ekonomi UNS Malik Cahyadin.
Nanang menilai dampak buruk telah dirasakan petani tembakau bahkan sebelum regulasi ini diterapkan. Industri tembakau mulai membatasi pembelian dari petani.
Baca juga: Polemik PP 28/2024 dan RPMK, Ini Kata Asosiasi Petani Tembakau
“Sekarang sudah ada pembatasan. Industri akan mencermati dengan peraturan tersebut. Kalau dulu berani stok. Kalau sekarang tidak berani. Sekarang menjual ke pasar kebutuhannya sedikit,” ungkapnya.
Andreas Hua merasa khawatir kemasan polos akan membuat industri makin kesulitan menjual produknya.
Saat pendapatan perusahaan berkurang maka buruh selalu menjadi korban.
Baca juga: Beberkan Dampak Negatif, Petani Cengkeh Tolak PP 28/2024 dan RPMK Kemasan Polos Tanpa Merek
“Kalau margin perusahaan makin kecil otomatis biayanya makin ditekan. Perusahaan yang menjadi sasaran utama adalah tenaga kerja. Upah setiap tahun naik,” ungkapnya.
Dwijo menilai tak semestinya ekosistem pertembakauan ditekan sedemikian rupa. Apalagi industri rokok ini justru termasuk yang paling besar menyumbang APBN, yakni hampir 10 persen dari pajak rokok.
“Pajak rokok tahun 2023 sebesar Rp213,48 triliun. APBN sekitar Rp2 ribu triliun. Hampir 10 persen dari pajak rokok. Tapi kenapa industri ditekan dengan berbagai kesulitan,” terangnya. (*)
Baca juga: Tolak RPMK Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Petani Tembakau dan Cengkeh Merasa Diabaikan Kemenkes
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.