Anggota DPR Serukan Penguatan Diplomasi Pembiayaan Berkelanjutan di COP29 Azerbaijan
Ratna menegaskan pentingnya dukungan komunitas internasional untuk keberhasilan agenda perubahan iklim Indonesia.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari, menyerukan penguatan diplomasi pembiayaan berkelanjutan pada Konferensi Perubahan Iklim atau COP29 di Baku, Azerbaijan.
Hal ini disampaikan Ratna saat menjadi pembicara pada sesi diskusi bertajuk 'Climate Breakthroughs for Finance, Forest, Energy and Waste'.
Baca juga: Hadir di COP 29 Azerbaijan, Sektor Industri Dukung Target 100 GW EBT Pemerintah RI
Ratna menegaskan pentingnya dukungan komunitas internasional untuk keberhasilan agenda perubahan iklim Indonesia.
"Indonesia memiliki posisi sangat penting bagi kesuksesan agenda global dalam pengendalian perubahan. Sebagai satu dari tiga negara pemilik hutan alam terbesar dan juga negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, komitmen Indonesia harus didukung komunitas internasional, khususnya negara-negara maju," kata Ratna dalam keterangannya, Selasa (19/11/2024).
Dia mengatakan, tantangan terbesar saat ini adalah memastikan pembiayaan iklim yang adil dan memadai untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi.
Ratna menyebut, Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2030, sebagaimana tercantum dalam Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC).
Namun, target ini membutuhkan pendanaan lebih dari Rp 4.000 triliun, angka yang tidak mungkin dipenuhi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dia mengingatkan pemerintah untuk memanfaatkan momentum COP29 ini guna memperkuat negosiasi internasional dalam mengakses pembiayaan tersebut.
"Pemerintah harus berupaya lebih keras untuk membangun diplomasi agar dapat memobilisasi sumber daya dari negara-negara maju dalam COP29 di Baku ini," ucap Ratna.
Salah satu upaya yang diusulkan adalah menarik hibah internasional serta memanfaatkan perdagangan karbon global.
Ratna menilai, perdagangan karbon melalui skema pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) dapat menjadi solusi efektif dalam mendanai konservasi hutan dan transisi energi.
"Perdagangan karbon internasional melalui skema pasar karbon sukarela atau voluntary carbon market adalah peluang yang harus segera dibuka. Dunia internasional dan investor harus berhasil diyakinkan bahwa Indonesia terbuka dan mendukung skema tersebut," tegasnya.
Ratna juga mendorong percepatan investasi hijau, khususnya di bidang perlindungan keanekaragaman hayati dan energi terbarukan.
Menurutnya, investasi ini tidak hanya membantu memenuhi target Net Zero Emission 2060, tetapi juga mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
"Investasi hijau untuk konservasi hutan dan perlindungan keanekaragaman hayati, serta percepatan bauran energi baru terbarukan akan berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan," ucapnya.
Ratna berharap, Indonesia dapat menjadi pionir dalam implementasi perdagangan karbon internasional sekaligus memperkuat posisi tawarnya dalam diplomasi iklim global.
Dia menekankan, keberhasilan diplomasi ini tidak hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia dalam menghadapi ancaman perubahan iklim.