Ahli Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Salah Prosedur, Kejagung Beri Penjelasan
Tim Jampidsus Kejaksaan Agung, Zulkipli merespons pernyataan ahli pidana bahwa penetapan tersangka Tom Lembong salah prosedur.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Zulkipli merespons pernyataan ahli pidana bahwa penetapan tersangka Tom Lembong salah prosedur.
Adapun hal itu dikarenakan penetapan tersangka eks Menteri Perdagangan Tom Lembong oleh Kejagung tak dilengkapi dengan bukti audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Merespons hal itu, Zulkipli mengatakan penetapan tersangka minimal ada dua alat bukti.
"Itu kan pendapat. Yang disampaikan itu kan sifatnya ilustrasi umum, bukan di perkara ini. Kalau soal perhitungan kerugian, tadi kan disampaikan juga oleh ahli penetapan tersangka itu minimal dua alat bukti, itu standarnya," kata Zulkipli kepada awak media di PN Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2024).
Ia menjelaskan hal itu sudah berdasarkan aturan melalui putusan MK nomor 21. Serta Peraturan Mahkamah Agung nomor 64 Tahun 2016.
"Minimal dua alat bukti. Nggak ada satu keharusan atau syarat khusus laporan BPK khususnya, itu bukan jadi syarat penetapan tersangka, nggak ada. Tadi dari ahli sana (Pemohon) sudah disampaikan," jelasnya.
Sebelumnya ahli hukum pidana Mudzakkir menerangkan penetapan tersangka eks Menteri Perdagangan Tom Lembong oleh Kejagung merupakan kesalahan prosedur karena tak dilengkapi dengan bukti audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga: Ahli Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong oleh Kejagung Salah Prosedur
Adapun hal itu disampaikan Mudzakkir kepada awak media setelah dirinya dihadirkan sebagai saksi ahli di sidang prapradilan Tom Lembong di PN Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2024)
“Urutan seperti tadi saya sebut, urutan itu audit, terjadinya tidak kerugian negara dari BPK RI. Kalau tidak ada itu nggak usah diproses dulu (Penetapan tersangka). Jadi memastikan namanya kepastian hukumnya adil itu ada di situ. Tapi kalau itu tiba-tiba tersangka dulu itu salah prosedur,” jelasnya.
Kemudian ia menerangkan bahwa jika hasil laporan pertanggung jawaban sudah diserahkan pada BPK. Lembaga lain tidak berwenang melakukan audit.
“BPK pun boleh merekrut auditor yang lain selagi dia punya sertifikat audit keuangan negara dan audit investigasi. Dia bisa direkrut oleh BPK, tapi nanti ketika bertindak untuk dan atas nama BPK,” tegasnya.
Baca juga: Stok Gula Nasional Disebut Menipis saat Tom Lembong Jadi Mendag, Permintaan Meningkat Jelang Lebaran
Atas hal itu ia menegaskan penetapan tersangka kasus impor gula eks Mendag Tom Lembong oleh Kejagung merupakan kesalahan prosedur.
“Menurut saya iya (Kesalahan prosedur), karena tidak bisa dibuktikan adanya tindak pidana korupsi Pasal 2, Ayat 1 maupun Pasal 3. Kalau tidak ada tindak pidana korupsi itu, karena tidak ada dua alat bukti. Berarti tidak ada tindak pidana. Kalau tidak ada tindak pidana, tak ada tersangka. Logikanya urutannya begitu,” terangnya.
Tapi kalau dibalik tersangka dulu, kata Mudzakkir baru dicari buktinya. Itu salah dan tidak diperbolehkan.
“Dia (Kejagung) tidak mungkin menghadirkan bukti BPK, karena sudah ada buktinya BPK. Hasil audit yang tahun 2015-2017 sudah ada (Tidak ada kerugian negara). Kalau mau besok itu nggak mungkin juga, perkara ditutup,” jelasnya.