Ketahanan dan Stabilitas Lingkungan Kunci Meraih Indonesia Emas 2045 dan Zero Karbon 2060
Ketahanan dan stabilitas lingkungan adalah salah satu kunci resiliensi bangsa dalam mencapai target pembangunan Indonesia Emas 2045
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketahanan dan stabilitas lingkungan adalah salah satu kunci resiliensi bangsa dalam mencapai target pembangunan Indonesia Emas 2045 dan Net Zero Carbon Emission 2060 serta menghadapi berbagai krisis di masa depan.
Untuk itu dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat, untuk menyelesaikan persoalan lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air, udara, dan tanah; krisis iklim, serta kelangkaan sumber daya alam.
Ini benang merah gelaran ESG Symposium 2024 Indonesia : Inclusive Green Growth for Golden Indonesia yang diinisiasi oleh SGC di Jakarta belum lama ini.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, kebijakan sektor energi ke depan akan berfokus pada ketahanan energi dan transisi energi berkeadilan melalui efisiensi energi, percepatan energi baru terbarukan dan pembangunan rendah karbon sebagai upaya mencapai Net Zero Emission (NZE).
"Untuk mencapai Net Zero Emission (NZE), energi terbarukan perlu ditingkatkan tiga kali lipat dan efisiensi energi dua kali lipat dengan geothermal sebagai andalan karena potensinya mencapai 23 GW," kata Eniya.
Pemerintah juga akan melakukan perbaikan kerangka kerja ESG (Environmental, Social, and Governance. red) untuk menarik lebih banyak investasi, meminimalkan risiko, serta mendorong penghematan energi secara signifikan.
"Pemerintah juga akan mempercepat perizinan dan meningkatkan return on investment (IRR) sebesar 1,5 persen guna mendukung transformasi energi berkelanjutan," katanya.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan, pemerintah Indonesia mendukung ekonomi hijau untuk menurunkan emisi kumulatif hingga 51,5 persen pada 2045 dan menciptakan lapangan kerja layak serta menarik investasi.
Untuk itulah Environmental, social, and governance atau yang biasa disingkat ESG menjadi sangat penting.
"ESG menjadi kendaraan utama untuk mewujudkan keberlanjutan ini, seiring meningkatnya minat investor dan konsumen pada nilai berbasis keberlanjutan," katanya.
Country Director SCG di Indonesia, Warit Jintanawan menjelaskan transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan juga menjadi strategi penerapan ESG dengan porsi yang signifikan dalam bisnis SCG di Indonesia.
"Transisi energi adalah upaya strategis untuk dekarbonisasi. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, kita turut mengurangi risiko perubahan iklim dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat," katanya.
Ditambahkan, manfaat ini akan terasa secara jangka panjang, ketika ketersediaan sumber daya alam kita mencukupi untuk generasi berikutnya, serta kondusivitas lingkungan mampu menciptakan peluang ekonomi, seperti menarik investasi asing dan menciptakan lapangan kerja baru. Inilah indikator-indikator pertumbuhan ekonomi hijau yang perlu kita sasar.
President & CEO SCG Thammasak Sethaudom mengatakan, sebagai salah satu kontributor ekonomi, kami terus mengeksplor inisiatif dalam menerapkan end-to-end kegiatan operasional dan bisnis yang berkelanjutan.
Baca juga: 5 Langkah Utama Mencapai Emisi Net Zero Tenaga Listrik Menurut Wartsila di Electricity Connect 2024
"Antara lain, dengan menciptakan inovasi produk hijau dan membangun infrastruktur hijau di Indonesia. Kami mendukung Indonesia Emas 2045 sebagai rencana strategis pembangunan nasional yang meliputi transformasi di seluruh bidang, termasuk lingkungan. Cita-cita ini dapat terwujud dengan kolaborasi yang terstruktur, dan kami siap menjadi mitra utama Indonesia.” kata Thammasak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.