Perjalanan Hidup-Mati Mary Jane Veloso Sejak 2010, Mantan TKW Direkrut Jadi Penyelundup Heroin
Mary Jane kembali ke Filipina setelah bekerja selama 10 bulan sebagai pekerja rumah tangga di Dubai dan kemudian direkrut jadi penyelundup heroin.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, MANILA – Sosok mantan tenaga kerja wanita Mary Jane Veloso jadi pembicaraan masyarakat di Indonesia dan Filipina setelah Pemerintah Indonesia setuju atas permintaan Pemerintah Filipina memindahkan terpidana mati kasus penyelundupan heroin 2,6 kg tersebut ke penjara di Filipina.
Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr. sendiri yang mengumumkan kemenangan diplomasiny tersebut melalui akun Instagram hari ini, Rabu, 20 November 2024.
“Mary Jane Veloso akan pulang. Thank you Indonesia,” kata Marcos dalam sebuah pernyataan, seraya mencatat bahwa kembalinya OFW adalah hasil diplomasi dan konsultasi selama lebih dari satu dekade.
Marcos bilang, perjalanan hidup Mary Jane dapat dirasakan oleh banyak orang: seorang ibu yang terjebak dalam cengkeraman kemiskinan, yang membuat satu pilihan putus asa yang mengubah jalan hidupnya.
"Meskipun dia dimintai pertanggungjawaban berdasarkan hukum Indonesia, dia tetap menjadi korban dari keadaannya,” tulis Presiden Marcos.
Mary Jane Veloso mendapat penangguhan hukuman mati dari Pemerintah Indonesia pada menit-menit terakhir pada bulan April 2015 ketika Pemerintah Filipina memberi tahu Indonesia bahwa perekrutnya telah menyerah.
Perekrut dimaksud adalah bandar heroin yang menggunakan Mary Jane Veloso untuk menyelundupan heroin seberat 2,6 kg di koper bagasinya.
Presiden Marcos menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Presiden Prabowo Subianto dan seluruh jajaran pemerintah Indonesia atas “niat baik” mereka.
“Hasil ini merupakan cerminan dari kedalaman kemitraan negara kita dengan Indonesia – yang bersatu dalam komitmen bersama terhadap keadilan dan kasih sayang,” katanya.
“Terima kasih Indonesia. Kami menantikan kedatangan Mary Jane di rumah.”
Jauh sebelum kisah Mary Jane Fiesta Veloso menjadi berita utama di seluruh dunia, perjuangan kebebasan pembantu rumah tangga Filipina sudah dimulai lima tahun yang lalu.
Baca juga: Mary Jane Veloso Masih di Lapas Gunungkidul, Kanwil DIY: Kondisi Sehat Walafiat
May Jane Veloso ditangkap di Bandara Internasional Audisucipto di Yogjakarta, Indonesia, pada 25 April 2010, karena kepemilikan heroin seberat 2,6 kilogram.
Dia dijatuhi hukuman mati hanya enam bulan setelah penangkapannya.
Terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso, dikawal oleh polisi Indonesia saat ia tiba di pengadilan di Sleman di pulau Jawa Tengah untuk sidang peninjauan kembali pada tanggal 3 Maret 2015 setelah permohonan grasi ditolak oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.
Dua presiden Indonesia, dua permohonan banding, tiga surat grasi dari Presiden Benigno Aquino III dan kampanye online #SaveMaryJane yang kuat kemudian, Veloso diberikan penangguhan hukuman pada jam ke-11 pada tanggal 29 April, lima tahun setelah cobaan beratnya dimulai.
Berikut rincian timeline tahun ke tahun cobaan berat yang dialami Mary Jane Veloso selama lima tahun, seperti yang diceritakan oleh Persatuan Pengacara Rakyat Nasional Filipina dan dikutip Inquirer:
Januari 2010
Mary Jane kembali ke Filipina setelah bekerja selama 10 bulan sebagai pekerja rumah tangga di Dubai.
Dia kembali ke Manila tanpa menyelesaikan kontrak dua tahunnya karena majikannya berusaha memperkosanya.
Kristina Sergio, tersangka perekrut Mary Jane Veloso.
18 April
Mary Jane didekati oleh temannya, Ma. Kristina “Tintin” Sergio, warga kota Talavera, dijanjikan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia. Dia direkrut secara ilegal.
22 April
Mary Jane Veloso dan Tintin berangkat ke Malaysia. Ketika mereka tiba di Malaysia, Tintin memberitahunya bahwa pekerjaan yang diharapkan sudah tidak tersedia lagi tetapi dia masih bisa mendapatkan pekerjaan di tempat lain.
Mereka tinggal di sana selama beberapa hari sebelum Tintin mengirimnya ke Indonesia, yang diduga untuk liburan tujuh hari, setelah itu dia akan kembali ke Malaysia untuk bekerja.
25 April
Mary Jane ditangkap oleh otoritas bea dan cukai di Bandara Internasional Audisucipto di Yogyakarta, Indonesia, setibanya di sana karena dugaan kepemilikan 2,6 kilogram heroin.
Terpidana mati kasus penyelundupan heroin asal Filipina, Mary Jane Veloso akhirnya bebas dari penjara di Indonesia dan bisa pulang ke negaranya setelah melalui proses lobi panjang oleh Pemerintah Filipina ke Pemerintah Indonesia. (Inquirer)
27 April 2010
Orang tua Mary Jane menerima telepon dari mertuanya yang memberi tahu mereka bahwa Mary Jane telah tiba dengan selamat di Malaysia.
Mereka mengunjungi Tintin di Talavera dan Tintin memberi tahu mereka bahwa majikan Mary Jane “sangat baik”. Tintin juga memberi mereka pakaian dan susu, yang konon dibelikan Mary Jane untuk putra bungsunya, Mark Darren.
9 Mei
Mary Jane menelepon keluarganya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada ayahnya.
11 Mei 2010
Adik Mary Jane, Darling, menerima pesan teks samar darinya yang menyuruhnya untuk merawat anak-anaknya.
12 Mei
Darling menerima pesan rahasia lainnya dari Mary Jane Veloso yang mendorong keluarga untuk meneleponnya.
Mary Jane kemudian memberi tahu mereka bahwa dia ada di penjara.
Beberapa jam kemudian, mereka meneleponnya lagi dan dia menceritakan kepada mereka tentang kejadian yang terjadi sebelum dia ditangkap di Indonesia.
13 Mei 2010
Keluarga Mary Jane pergi ke rumah Tintin di Talavera. Tintin meminta mereka untuk “diam, jangan beritahu siapa pun, dan jangan dekati media.”
Tintin juga diduga memberi tahu mereka bahwa jika mereka tidak berdiam diri, Mary Jane dan anggota keluarga lainnya akan berada dalam bahaya besar karena “dia (Tintin) adalah anggota sindikat narkoba internasional.”
Terpidana mati kasus penyelundupan heroin asal Filipina, Mary Jane Veloso akhirnya bebas dari penjara di Indonesia dan bisa pulang ke negaranya. (Cebu Daily News)
Tintin juga diduga memberi tahu mereka bahwa sindikat tersebut akan menghabiskan jutaan dolar untuk mengeluarkan Mary Jane dari penjara.
Agustus 2010
Keluarga Mary Jane memutuskan untuk pergi ke Manila meskipun Tintin telah memperingatkan untuk meminta bantuan dari beberapa media.
Mereka juga mendatangi Departemen Luar Negeri (DFA) untuk melaporkan kasus Mary Jane. Mereka bertemu petugas kasus Patricia Mocom, yang berjanji akan membantu mereka dan membantu Mary Jane.
Sejak itu, keluarga tersebut kembali ke DFA Manila untuk meminta kabar terkini mengenai kasus Mary Jane.
Mereka juga meminta bantuan walikota dan gubernur, serta Biro Investigasi Nasional, polisi dan pihak berwenang di Kota Cabanatuan.
Mereka diberitahu oleh NBI bahwa mereka tidak dapat mengajukan pengaduan apa pun terhadap Tintin karena kurangnya bukti.
4 Oktober 2010
Jaksa penuntut umum Indonesia Sri Anggraeni menyampaikan di Pengadilan Negeri Sleman rekomendasi hukuman penjara seumur hidup sebagai hukuman atas pelanggaran yang dilakukan Mary Jane.
Mary Jane diwakili oleh pengacara pro bono yang ditunjuk pengadilan, Edy Haryanto.
11 Oktober
Pengadilan Negeri Sleman di Yogyakarta menjatuhkan hukuman mati pada Mary Jane.
22 Oktober 2010
Kedutaan Besar Filipina di Jakarta dilaporkan mengajukan banding ke pengadilan banding Yogyakarta.
25 Oktober
Keluarga Mary Jane menerima telepon darinya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada putranya. Sejak itu, mereka dapat berkomunikasi secara rutin dengan Mary Jane melalui telepon.
Mereka menyuruh Mary Jane untuk menulis pernyataan tertulis dan mengirimkannya melalui pos, merinci peristiwa yang menyebabkan penangkapannya, untuk digunakan dalam pengaduan yang ingin mereka ajukan ke Badan Pemberantasan Narkoba Filipina (PDEA) terhadap Tintin.
27 Oktober 2010
Kedutaan Besar Filipina merekomendasikan untuk menyewa pengacara swasta untuk Mary Jane untuk tahap banding, sehingga Kantor Wakil Menteri Urusan Pekerja Migran mengizinkan pencairan $5.000 dari dana bantuan hukum untuk menyewa jasa Rudyantho & Kantor Hukum Rekan.
November 2010
Keluarga tersebut menerima surat pos dari Mary Jane yang berisi foto tetapi tidak ada pernyataan tertulis.
Mereka menelepon Mary Jane, yang terkejut karena pernyataan tertulisnya tidak sampai ke keluarga. Dia bilang dia akan segera mengirimkan pernyataan tertulisnya lagi kepada mereka.
Desember 2010
Keluarga tersebut menerima surat pos lagi dari Mary Jane, lagi-lagi berisi foto dan bandana dari seorang pendeta, namun masih belum ada pernyataan tertulis.
Mereka segera melaporkan hal ini kepada Mary Jane, yang mengonfirmasi bahwa dia mengirimkan pernyataan tertulisnya beserta isi surat lainnya.
2011
Keluarga tersebut melaporkan hilangnya isi surat Mary Jane kepada Joseph Ladip dari PDEA.
10 Februari 2011
Pengadilan Banding Yogyakarta menguatkan hukuman mati bagi Mary Jane.
21 Februari 2011
Pengacara yang disewa Kedutaan Besar Rudyantho mengajukan memori banding ke Mahkamah Agung Indonesia atas nama Mary Jane.
22 Februari 2011
Kedutaan Besar Filipina dilaporkan mengajukan banding atas kasus ini ke Mahkamah Agung di Jakarta.
31 Mei 2011
Mahkamah Agung menguatkan hukuman mati Mary Jane.
23 Agustus 2011
Presiden Aquino melakukan intervensi setahun setelah Veloso dijatuhi hukuman mati, melalui permintaan grasi kepada Presiden Indonesia saat itu Susilo Bambang Yudhyono, yang memberlakukan moratorium eksekusi selama masa jabatannya.
10 Oktober 2011
Duta Besar Filipina untuk Indonesia Maria Rosario Aguinaldo meneruskan surat grasi Aquino ke Kementerian Luar Negeri Indonesia.
11 Oktober 2012
Keluarga Veloso menerima telepon histeris dari Mary Jane. Dia memohon mereka untuk membantunya karena hukumannya telah ditegakkan di semua pengadilan.
Dia mengatakan kepada mereka bahwa dia akan dieksekusi dalam waktu seminggu. Di hari yang sama, keluarga tersebut bergegas ke DFA.
Mereka dapat berbicara dengan Patricia, yang memberi tahu mereka bahwa berita tersebut tidak benar dan DFA belum menerima berita atau laporan apa pun dari Indonesia.
Keluarga tersebut juga pergi ke PDEA dalam upaya lain untuk mengajukan kasus terhadap Tintin. Mereka diberitahu bahwa mereka tidak dapat mengajukan karena kurangnya bukti.
Anggota keluarga Mary Jane Veloso, seorang wanita Filipina yang divonis hukuman mati karena pelanggaran narkoba, dari kiri ke kanan, ayah, Cesar, ibu Celia, putra Mark Daniel dan Mark Darren serta saudara perempuan Marites, berjalan setibanya di pelabuhan feri Wijayapura untuk menyeberang ke pulau penjara Nusakambangan, di Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia, Sabtu, 25 April
2015
Anggota keluarga Mary Jane Veloso, seorang wanita Filipina yang divonis hukuman mati karena pelanggaran narkoba, dari kiri ke kanan, ayah, Cesar, ibu Celia, putra Mark Daniel dan Mark Darren serta saudara perempuan Marites.
12 Oktober 2015
Keluarganya menelepon Mary Jane untuk menceritakan apa yang dikatakan Patricia. Dia sambil menangis menegaskan bahwa apa yang dia katakan kepada mereka adalah benar dan sudah menjadi berita.
Mereka menelepon Patricia tapi dia kembali menyangkal klaim Mary Jane. Beberapa menit kemudian, Patricia menelepon mereka kembali dan memberi tahu mereka bahwa berita tersebut memang benar.
April 2013
Mary Jane menelepon orang tuanya dan memberitahu mereka untuk mengajukan paspor karena teman polisinya, Puri dan Buta, serta sesama narapidana telah setuju untuk mensponsori kunjungan mereka ke penjara.
5 Juni 2013
Orang tua Mary Jane dan putra tertua Mark Danielle berangkat ke Indonesia. Mereka tinggal di sana selama hampir sebulan dan dapat mengunjungi Mary Jane setiap hari selama mereka tinggal.
29 Juni 2013
Keluarganya tiba kembali di Manila.
Juli 2013
Mary Jane mengirimkan pernyataan tertulis tangannya kepada saudara perempuannya, Maritess melalui kurir LBC.
30 Desember 2014
Presiden Indonesia Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden No. 31/G–2014 yang menolak permohonan grasi atas nama Mary Jane.
Januari 2015
Keluarga menerima telepon dari Mary Jane. Dia memberitahu mereka untuk mencari bantuan dari siapapun yang bersedia membantu karena dia dijadwalkan untuk dieksekusi segera.
Maritess menelepon DFA dan diberitahu bahwa Patricia telah digantikan oleh Violet Ancheta sebagai petugas kasus untuk kasus Mary Jane. Violet memberi tahu mereka bahwa berita itu salah.
19 Januari 2015
Pengacara Rudyantho mengajukan permohonan peninjauan kembali kasus Mary Jane ke Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.
28 Januari 2015
Menteri Luar Negeri Albert del Rosario menyerahkan surat kepada Menteri Luar Negeri Indonesia Retnu L.P. Marsudi pada Retret Menteri Luar Negeri Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) di Kota Kinabalu, meminta pihak berwenang Indonesia untuk memberikan waktu yang semestinya terhadap permohonan peninjauan kembali atas kasus Mary Jane.
4 Februari 2015
Marsudi membalas Del Rosario, memastikan bahwa semua tindakan hukum yang ada telah diambil sesuai dengan hukum Indonesia.
9 Februari
Presiden Aquino dilaporkan mengajukan banding atas kasus Mary Jane kepada Presiden Indonesia Widodo selama kunjungan kenegaraan Presiden Indonesia ke Filipina.
16 Februari
DFA meneruskan ke Kedutaan Besar Indonesia di Manila salinan surat Presiden Aquino kepada Widodo mengenai petisi peninjauan kembali kasus Mary Jane. DFA juga meneruskan surat tersebut ke Kedutaan Besar Filipina di Jakarta.
18 Februari
Orang tua Mary Jane, saudara perempuannya Maritess, dan kedua putranya dapat mengunjungi Mary Jane di Indonesia melalui DFA. Mereka ditemani oleh Violet.
22 Februari
Keluarganya kembali ke Filipina. Sebelum mereka kembali, Chito Mendoza dari Kedutaan Besar Filipina meminta surat pernyataan tertulis tangan Mary Jane dari Maritess.
3 Maret 2014
Pengadilan Negeri Sleman menyelenggarakan sidang pertama, dimana pihak pembela memberitahukan kepada pengadilan mengenai alasan penerapan peninjauan kembali sehubungan dengan penyimpangan dalam persidangan di pengadilan pada tahun 2010:
1) permasalahan dalam penerjemahan, 2) kualifikasi penerjemah yang ditunjuk pengadilan dan 3) kendala bahasa.
4 Maret 2014
Pengadilan rendah menyerahkan keputusannya yang memerintahkan pengesahan berkas perkara ke Mahkamah Agung di Jakarta untuk melanjutkan peninjauan kembali.
Tahap awal dari peninjauan kembali ini adalah agar pengadilan dapat menentukan apakah perkara tersebut layak untuk ditinjau oleh Mahkamah Agung Indonesia.
25 Maret
Mahkamah Agung Indonesia menolak permohonan peninjauan kembali.
21 April
Setelah berita tentang eksekusi Mary Jane menyebar luas di media sosial, Malacañang kembali menegaskan bahwa Filipina tidak menyerah terhadap Mary Jane.
22 April
Presiden Aquino menulis surat ketiganya kepada Presiden Indonesia Widodo untuk meminta grasi sementara Wakil Presiden Jejomar Binay terbang ke Indonesia untuk mengajukan banding atas kasus Mary Jane.
25 April
Mary Jane dipindahkan dari fasilitas penjara di Yogyakarta ke pulau terakhir Nusakambangan di lepas pantai Jawa Tengah untuk jadwal eksekusi.
27 April
Petisi Change.org untuk menyelamatkan Mary Jane beredar online.
28 April
Tintin dan perekrut lainnya menyerahkan diri kepada polisi, dengan alasan ancaman pembunuhan melalui pesan teks dan online sebagai alasan untuk mencari perlindungan.
29 April
Mary Jane diberikan penangguhan hukuman pada menit-menit terakhir dari regu tembak sekitar jam 1 pagi. Dia sekarang menjadi saksi dalam kasus DFA melawan Sindikat Narkoba Afrika Barat.
Sumber: Persatuan Pengacara Rakyat Nasional, arsip INQUIRER.net