Anggaran Makan Bergizi Gratis Jadi Rp 10 Ribu, Pakar: Harus Ada Subsidi Silang dan Kolaborasi
Ada beberapa cara yang bisa diupayakan pemerintah, seperti menerapkan dalam bentuk subsidi silang, kolaborasi atau mekanisme lintas sektor.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: willy Widianto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengumumkan turunnya anggaran makan bergizi gratis semula Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per anak dan ibu hamil. Kepala negara meyakini bahwa alokasi tersebut cukup untuk kebutuhan-kebutuhan di daerah.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Memilih Bungkam Soal PPN 12 Persen Diterapkan Awal 2025
Hal itu diputuskan setelah rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Jumat (29/11/2024) lalu.
Terkait hal tersebut Pengamat Kesehatan dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut apabila anggaran tersebut benar-benar diterapkan maka pemerintah perlu menerapkan subsidi silang. Hal ini dikarenakan kebutuhan anggaran makanan berdasarkan ketersediaan bahan pangan di masing-masing daerah relatif berbeda.
Baca juga: Hamas dan Fatah Capai Kemajuan Signifikan dalam Pembentukan Pemerintahan Pascaperang di Gaza
"Menurut saya asal lakukan prinsip subsidi silang ya. Karena ada daerah yang Rp 10 ribu itu betul-betul tidak bisa (cukup) atau benar-benar minim. Jadi ada mekanisme lain yang bisa memitigasi melengkapi menutupi kekurangan dari keterbatasan anggaran," ujar Dicky dalam keterangannya, Selasa (3/12/2024).
Ada beberapa cara yang bisa diupayakan pemerintah, seperti menerapkan dalam bentuk subsidi silang, kolaborasi atau mekanisme dari dukungan lintas sektor.
Baca juga: Dokter: HIV Tidak Menular Saat Berciuman, Berpelukan dan Bersentuhan
Langkah ini perlu diambil, terutama pada wilayah yang membutuhkan anggaran lebih besar. "Karena begini, daerah miskin atau terpencil bukan berarti dia bisa murah. Mungkin kalau dari sisi makanan murah. Tapi tidak semua bahan itu ada di situ. Tentu ini bicara masalah hal lain, misalnya transportasi serta pengemasannya," jelas Dicky.
Sehingga, ia menyarankan pada pemerintah untuk membuat inovasi dengan melihat kondisi masing-masing daerah. Lebih lanjut, Dicky mengungkapkan jika program makan bergizi gratis memang berbasis ilmiah dan terbukti memperbaiki gizi anak berdasarkan standar di banyak negara.
Namun, ada tantangannya bila dilakukan di negara berkembang. Tantangan ini tidak hanya berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia (SDM).
Baca juga: IDF Hancurkan 600 Bangunan di Gaza untuk Bangun Pangkalan Militer, Koridor Netzarim Diperluas
Melainkan kesiapan transportasi, hingga menu makan bergizi yang wajib dipastikan sesuai dengan yang diharapkan. Program semacam ini juga disebut Dicky tidak efektif bila hanya berjalan selama satu tahun.
“Kuncinya bisa terganggu konsistensinya, kalau hanya hitungan 1 tahun ya tidak akan berdampak signifikan,” tutupnya.