DPR Wanti-wanti Pembukaan Daerah Otonomi Baru Jangan Sampai Ganggu Keuangan Negara
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya menerima usulan adanya 337 daerah otonomi baru (DOB) di Indonesia. Ada 42 daerah yang akan dimekarkan
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan pembukaan keran moratorium daerah otonomi baru (DOB) mendapatkan kritik. Sebab, pemekaran daerah tersebut diyakini akan menjadi beban baru untuk keuangan negara.
Baca juga: Eks Menhan Korsel Coba Bunuh Diri di Kamar Mandi usai Ditangkap karena Kasus Darurat Militer
Sebagaimana diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya menerima usulan adanya 337 daerah otonomi baru (DOB) di Indonesia. Dari jumlah itu, nantinya akan ada pemekaran 42 provinsi baru.
Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan kebijakan pemekaran daerah harus memperhatikan multi aspek. Termasuk, katanya, pendekatan kecukupan fiskal agar tidak menjadi beban APBN.
"Kita menyadari juga kemandirian fiskal daerah-daerah itu sangat rendah karena itu DOB jangan sampai jadi beban baru untuk keuangan negara terutama APBN," kata Karsayuda saat dikonfirmasi, Rabu (11/12/2024).
Baca juga: Kemendagri Terima Usulan 337 Daerah Otonomi Baru, di Antaranya Usulan Penambahan 42 Provinsi Baru
Karsayuda mengatakan pihaknya justru menerima lebih banyak usulan DOB baru dari yang diungkap oleh Kemendagri. Tercatat, adanya permintaan 369 DOB untuk tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
"Hanya saja dari itu semua, tidak semua yang mencukupi persyaratan administratif. Misalnya rekomendasi dari Bupati, Gubernur dan DPRD daerah induk. Belum lagi terkait visibilitas tadi dan seterusnya," jelasnya.
Lebih lanjut, Karsayuda mengaku pihaknya enggan untuk membicarakan lebih lanjut mengenai usulan DOB tersebut. Sebab, saat ini pemerintah masih belum mengeluarkan rancangan pemerintah terkait DOB kepada DPR.
"Komisi II DPR RI belum mau membicarakan soal satu per satu daerah otonomi baru ini sebelum rancangan aturan pemerintah terkait dengan desain besar otonomi daerah itu disodorkan oleh pemerintah ke Komisi II DPR RI. Karena amanah dari UU pemerintah daerah, RPP ini wajib dikonsultasikan ke DPR RI dalam hal ini komisi II DPR RI," jelasnya.
Baca juga: Isi Surat Wasiat dalam Tas Berisi Mayat Bayi Perempuan di Badung Bali
"Dengan adanya desain besar DOB kita akan tahu jangka menengah dan jangka panjang Indonesia butuh berapa provinsi dan berapa kabupaten kota dan apa objektif indikator yang digunakan untuk itu semua," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima usulan agar adanya 337 daerah otonomi baru (DOB) di Indonesia. Dari jumlah itu, setidaknya ada usulan penambahan 42 provinsi baru di Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto saat mengikuti rapat kerja bersama Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (10/12/2024).
"Pembahasan tentang daerah otonomi baru banyak usulan ya, kami sendiri sudah ada 337 ya, tapi tentunya perlu pertimbangan yang matang dan kehati-hatian untuk membuka moratorium itu," kata Bima.
Baca juga: Lindungi Lingkungan dan Keberagaman Hayati Indonesia, Bea Cukai Galakkan Operasi Thunder dan Demeter
Dari usulan 337 DOB, setidaknya ada 42 provinsi, 248 kabupaten, 36 kota, 6 daerah istimewa dan 5 otonom khusus. Adapun provinsi yang paling banyak ingin dipecah adalah Sumut menjadi 8 provinsi baru.
Menurut Bima, pemecahan ini lantaran desakan dari sejumlah tokoh daerah yang meminta agar moratorium pemekaran daerah untuk dicabut oleh pemerintah.
"Banyak sekali usulan yang juga meminta agar moratorium DOB dihentikan begitu, karena cukup banyak permintaan. Beberapa kali memang terjadi pembicaraan atau diskusi apakah sudah waktunya kita membuka keran DOB tadi," jelasnya.
Dijelaskan Bima, apabila kebijakan moratorium dicabut, maka disepakati pembentukan daerah dilakukan secara terbatas. Pemecahan itu harus berkaitan dengan kepentingan strategis nasional.
Baca juga: Mendagri Tolak Wacana Polri di Bawah Kemendagri, GP Ansor: Langkah yang Tepat
"Jadi kita masih berpegang pada kesepakatan ini, mengingat juga banyak DOB yang bisa dikatakan tidak memenuhi target, karena pembiayaannya besar, ketergantungan pada pusat, tetapi tidak berkembangan sesuai dengan target. Ada DOB yang baik, tetapi banyak juga catatan DOB yang bisa dikatakan tidak maksimal," jelasnya.
Ia menuturkan bahwa usulan DOB ini nantinya akan memperhatikan kapasitas fiskal negara, kemampuan perencanaan hingga pendanaan. Sebab, pemerintah juga sedang memprioritaskan pembiayaan program prioritas nasional.
Baca juga: Magang bagi ASN Diharapkan Bisa Tekan Kesenjangan Pembangunan di Daerah Otonomi Baru
"Saat ini kita membutuhkan banyak anggaran untuk membiayai program-program prioritas nasional, banyak sekali kedaulatan pangan dan lain-lain. Dan tentunya pembiayaan DOB itu juga harus kita hitung sejauh mana itu bisa tetap mendukung kebijakan nasional tadi," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.