Jaksa Tegaskan Tuntutan Uang Pengganti Rp210 miliar untuk Terdakwa Helena Lim Cukup Beralasan
Helena Lim telah dituntut 8 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan bahwa tuntutan uang pengganti untuk terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Helena Lim sebesar Rp210 miliar cukup beralasan.
Hal itu kata JPU karena pengusaha money changer PT Quantum Skyline Exchange itu tidak bisa membuktikan soal dana dari pihak smelter bukan dari dana yang seolah-olah berasal dari corporate social responsibility (CSR).
“Kami tidak sependapat dengan apa yang disampaikan oleh penasihat hukum. Surat tuntutan untuk uang pengganti cukup beralasan sebagaimana kami telah uraikan. Oleh karena dalam perkara a quo terdakwa Helena dan Harvey Moeis tidak dapat membuktikan dalam persidangan," kata jaksa di persidangan agenda replik untuk terdakwa Helena Lim, PN Tipikor Jakarta, Senin (16/12/2024).
"Terkait perolehan dan transaksi yang diperoleh dari pengiriman dan pengamanan seolah-olah sebagai dana CSR dari perusahaan smelter, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa. Yang berasal dari asli penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah,” lanjut jaksa.
Baca juga: Bacakan Pleidoi di Sidang Timah, Helena Lim Singgung Harga Mahal dari Sebuah Popularitas
Maka kata JPU, berdasarkan tuntutan Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2014 Tentang Pidana tambahan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi menyatakan. “Apabila harta benda yang diperoleh masing-masing terdakwa tidak diketahui secara pasti jumlahnya. Uang pengganti dapat dijatuhkan secara proporsional dan objektif sesuai dengan peran masing-masing terdakwa dalam tindak pidana korupsi yang dilakukannya,” kata jaksa.
Berdasarkan ketentuan tersebut, lanjut jaksa maka keduanya masing-masing dikenakan uang pengganti secara proporsional dari jumlah Rp420 miliar yang dimasing-masing Rp200 miliar.
“Sehingga terdakwa helena harus membayarkan uang pengganti sebesar jumlah tersebut,” tegas jaksa.
Adapun dalam kasus ini Helena Lim telah dituntut 8 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun.
Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Helena terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Selain dituntut pidana badan, Helena juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 Miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 4 tahun," ujar jaksa.
Dalam kasus ini Helena didakwa membantu suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moies menampung dana pengamanan dari para smelter swasta.
Dari temuan jaksa, para perusahaan smelter swasta mengirimkan uang pengamanan tambang ilegal kepada Harvey Moeis melalui Helena Lim. Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa.
Uang pengamanan itu menurut jaksa dibuat seolah-olah merupakan corporate social responsibility (CSR), dikumpulkan di rekening money changer milik Helena, yakni PT Quantum Skyline Exchange.
Baca juga: Dituntut 8 Tahun Penjara, Helena Lim Disebut Nikmati Hasil Korupsi Timah dan Rugikan Keuangan Negara
"Bahwa dalam melakukan sejumlah transaksi uang dari pengumpulan pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan beberapa money changer yang disembunyikan dan disamarkan," kata jaksa penuntut umum di dalam dakwaannya.
Uang pengamanan yang sudah terkumpul di Helena Lim sebanyak USD 30 ribu kemudian dikirim ke Harvey Moeis dengan menyamarkan tujuan transaksi sebagai modal usaha dan pembayaran utang.
"Padahal senyatanya tidak ada hubungan utang-piutang atau modal usaha antara Helena maupun PT Quantum Skyline Exchange dengan Harvey Moeis," ujar jaksa.
Transaksi dari Helena Lim ke Harvey Moeis itu menurut jaksa dilakukan tanpa mematuhi persyaratan yang berlaku.
Di antaranya, tidak dilengkapi kartu identitas penduduk. Padahal transaksi yang dilakukan di atas USD 20 ribu.
"Transaksi yang dilakukan tidak didukung dengan persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, di antaranya tidak dilengkapi kartu identitas penduduk dan tidak ada keterangan untuk transaksi di atas 20 ribu Dolar Amerika," kata jaksa penuntut umum.
Selain itu, transaksi tersebut juga tidak dilaporkan kepada Bank Indonesia, PPATK, dan tidak dicatat ke dalam laporan keuangan PT Quantum Skyline Exchange.
Dengan perbuatan itu, Helena dianggap telah memusnahkan bukti transaksi keuangan yang bersumber dari hasil korupsi.
"Terdakwa Helena dengan sengaja menghilangkan atau memusnahkan bukti transaksi keuangan yang dilakukan Harvey Moeis bersama-sama dengan Suparta PT Refined Bangka Tin, Tamron alias Aon CV Venus Inti Perkasa, Robert Indarto PT Sariwiguna Bina Sentosa, Suwito Gunawan PT Stanindo Inti Perkasa, Fandy Lingga dan Rosalina PT Tinindo Internusa," katanya.
Selain itu Helena juga didakwa mendapat keuntungan sebanyak Rp 900 juta dari perannya membantu Harvey Moeis menampung dana pengamanan berkedok CSR tersebut.
Keuntungan yang didapatnya dari kasus korupsi timah diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, hingga 29 tas mewah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.