Jutek Sebut Hakim MA Aneh Tolak PK Terpidana Kasus Vina, Singgung soal Hasil Ekstraksi HP Widi
Kuasa hukum terpidana kasus Vina, Jutek Bongso, menilai hakim MA aneh karena menolak PK kliennya. Apa alasannya?
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
"Semoga PK yang ditolak ini menjadi jalan untuk kita terus berjuang agar pada akhirnya kita bisa membuktikan bahwa tujuh terpidana tidak bersalah," ucap Jutek.
Para Terpidana Kasus Vina Tak Mau Ajukan Grasi
Setelah MA menolak PK para terpidana kasus Vina Cirebon, Jutek Bongso lantas menawarkan kliennya untuk mengajukan grasi.
Tapi, menurut Jutek, para terpidana kasus Vina menolak pengajuan grasi, meski sudah berulang kali ditanya.
Alasannya, kata Jutek, para terpidana enggan mengaku menjadi pelaku pembunuhan Vina dan Eky, sebab mereka tak melakukannya.
Diketahui, salah satu syarat mengajukan grasi adalah terpidana harus mengakui perbuatannya.
"Dua kali saya bertanya kepada para terpidana tadi di dalam Lapas bersama tim 20 orang, sampai dua kali saya sendiri bertanya 'yakin tidak mau mengambil langkah grasi'," kisah Jutek.
Baca juga: Penolakan PK Kasus Vina Cirebon, Farhat Abbas Optimis Masih Ada Celah Hukum
Jutek mengungkapkan, para terpidana lebih memilih meninggal di penjara, ketimbang harus mengaku menjadi pelaku pembunuhan Vina dan Eky.
"Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat," ujar Jutek.
"Kata mereka 'Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk'. Mereka tidak mau (ajukan grasi)," sambungnya.
Dua Alasan MK Tolak PK Terpidana Kasus Vina
Sebelumnya, Juru Bicara MA, Yanto, membeberkan dua pertimbangan MA menolak PK terpidana kasus Vina.
Pertama, novum atau bukti baru yang diajukan para terpidana dinyatakan tidak terpenuhi.
Sebab, novum tersebut dianggap bukan termasuk bukti baru.
"Bukti baru (novum) yang diajukan para terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) huruh a KUHAP," ucap Yanto dalam jumpa pers di Gedung MA, Senin.
Pertimbangan kedua, lanjut Yanto, tidak adanya kekhilafan judex facti dan judex juris dari Majelis Hakim yang mengadili terpidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.