Sidang MK, Ahli Jelaskan Kenapa Hukuman Penjara dalam UU ITE Lebih Berat Dibanding KUHP
Ia menjelaskan alasan mengapa sanksi dalam UU ITE lebih berat dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Pemohon dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jepara berdasarkan UU ITE 2016.
Meski Pengadilan Tinggi Semarang membebaskannya pada Mei 2024, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi.
Pemohon khawatir kasusnya akan diadili dengan UU ITE versi terbaru (2024), yang ia nilai tidak memberikan kepastian hukum, terutama terkait frasa “orang lain” dalam Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (4).
Sementara perkara 115 diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa yang diproses hukum atas kritik di media sosial terhadap penyelenggara negara.
Pemohon merasa pasal-pasal dalam UU ITE, khususnya terkait frasa "kepentingan umum," membuka peluang kriminalisasi terhadap kritik yang konstruktif.
Ia menilai hal ini bertentangan dengan hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945.
Melalui perkara ini, Pemohon meminta MK untuk menafsirkan ulang frasa-frasa dalam UU ITE dan KUHP agar melindungi hak masyarakat dalam memberikan kritik terhadap penyelenggara negara, khususnya untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.