Yos Suprapto Berencana Tempuh Langkah Hukum Buntut 'Pembredelan' Pameran Lukisan di Galeri Nasional
Seniman senior Yos Suprapto, berencana mengambil langkah hukum buntut peristiwa pembatalan pameran lukisan di Galeri Nasional Indonesia.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Usman menegaskan, pembatalan ini mengirimkan pesan berbahaya bahwa kritik terhadap pemerintah atau tokoh publik tidak akan ditoleransi.
"Penggembokan dan pemutusan listrik untuk meredam lukisan kritik sosial itu adalah cara dan alasan pengecut untuk membungkam kebebasan berekspresi," ujarnya.
Dia mengingatkan agar tindakan yang berupaya untuk membungkam kebebasan berekpresi tak boleh dibiarkan.
"Ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, pola represi seperti ini bisa berujung pada situasi di mana orang-orang dijebloskan ke penjara semata-mata karena secara damai menggunakan hak kebebasan berekspresi mereka," tegas Usman.
Usman juga mempertanyakan semangat di balik visi "Indonesia Maju" yang digaungkan pemerintah.
"Jika benar begitu, maka muncul pertanyaan apakah ide Indonesia Maju itu Indonesia tanpa ekspresi seni yang kritis? Lalu di mana majunya?" tanya dia.
Terpisah, Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk "pembredelan" yang mencederai kebebasan berekspresi.
Dia meminta pemerintah tidak mengintervensi karya seni dan memberikan ruang diskusi yang kritis.
"Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi," kata Bonnie melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu (21/12/2024).
Pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”, yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu, batal digelar beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis (19/12/2024).
Saat itu, pintu kaca galeri digembok dan lampu dimatikan, meskipun pameran dijadwalkan berlangsung pada 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.
Galeri Nasional menyebut pembatalan terjadi karena lima dari 30 lukisan yang dipamerkan dianggap tidak sesuai dengan tema kedaulatan pangan.
Beberapa karya dianggap terlalu vulgar, misalnya, menggambarkan sosok mirip Presiden ke-7 Joko Widodo atau yang diinjak oleh figur lain, serta lukisan petani yang memberi makan konglomerat.
Pihak kurator, Suwarno Wisetrotomo, disebut meminta beberapa karya ditutup dengan kain hitam, yang kemudian ditolak Yos.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.