Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Lanjut 2 Januari 2025, Agenda Eksepsi dan Periksa Saksi

idang kasus dugaan suap 3 hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait vonis bebas Ronald Tannur dilanjut awal tahun depan 2 Januari 2025.

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Lanjut 2 Januari 2025, Agenda Eksepsi dan Periksa Saksi
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan suap 3 hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait vonis bebas Ronald Tannur dilanjut awal tahun depan.

Sidang selanjutnya beragenda eksepsi dari terdakwa Heru Hanindyo dan pemeriksaan saksi untuk terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul. 

“Untuk itu sidang kita tunda Kamis 2 Januari 2025. Khusus untuk saudara Heru ada penyampaian keberatan atau eksepsi dari tim kuasa hukum. Untuk saudara Erintuah dan Mangapul pemeriksaan saksi,” kata Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso dalam sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).

Diketahui terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul tak mengajukan eksepsi atas dakwaan penuntut umum.

“Mohon izin, Yang Mulia. Kami dari kami kuasa hukum Pak Erintuah dan Pak Mangapul. Kami menanggapi surat dakwaan, ada beberapa menurut kami yang kurang lengkap,” kata kuasa hukum keduanya dalam sidang.

Lanjut dia, mengenai dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum pihaknya akan membuat pembuktian di persidangan.

Baca juga: Dakwaan 3 Hakim PN Surabaya, Terima Suap Bertahap Selama Proses Persidangan Kasus Ronald Tannur

Berita Rekomendasi

“Tapi prinsipnya kami ingin buktikan pada pembuktian nanti. Jadi kami tidak akan mengajukan eksepsi,” jelasnya.

Terdakwa Erintuah Damanik mengaku bakal menerangkan sejumlah uang yang disebut jaksa sebagai hasil gratifikasi.

“Sebagaimana dikemukakan dalam surat dakwaan penuntut umum pada halaman 4 dan halaman 9, dikatakan bahwa sisanya 30.000 SGD disimpan oleh terdakwa Erintuah Damanik. Tapi tidak ada kepentingannya untuk apa itu,” kata terdakwa Erintuah di persidangan.

“Sebenarnya di dalam keterangan saya, saya sebutkan bahwa itu ada kepentingan untuk apa, makanya ada sama saya. Saya simpan, yang nanti akan kita kemukakan di persidangan,” jelasnya.

Baca juga: Tiga Hakim PN Surabaya yang Vonis Bebas Ronald Tannur Kompak Gunakan Masker, Diadili Siang Ini

Berbeda dengan Erintuah Damanik dan Mangapul, terdakwa Heru Hanindyo mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU.

“Untuk keberatan formalitas akan kami sampaikan Yang Mulia secara tertulis pada sidang berikutnya. Tapi pada prinsipnya kami akan menganjurkan keberatan dan eksepsi terhadap dakwaan yang sudah disiapkan oleh penuntut umum,” jelas kuasa hukum

Setelah dipastikan ada keberatan, terdakwa Heru Hanindyo lalu menyampaikan poin keberatannya atas dakwaan JPU terhadap dirinya.

“Selain dari pada hal yang tadi disampaikan oleh penasihat hukum, ada hal yang ingin saya sampaikan bahwa terhadap dakwaan akumulatif dari penuntut umum, di situ adalah yang bersumber dari SDB (Safe Deposit Box). SDB itu merupakan peninggalan dari orang tua yang diatasnamakan berdua sebagai ahli waris kepada kedua anak laki-laki, yaitu saya dan kakak saya Arief Budi Harsono,” kata terdakwa Heru Hanindyo di persidangan.

Ia melanjutkan penyidik membuka SDB kemudian tanpa memberitahukan bahwa di dalamnya itu adalah ada surat-surat kepegawaian dari orang tua.

Serta surat-surat kepegawaiannya, ijazah satu keluarga, orang tua, kakak, dan dirinya. 

Kemudian dijelaskannya SDB tersebut juga berisi surat-surat tanah harta waris termasuk uang yang disebutkan dalam dakwaan. 

“SDB itu adalah murni semuanya adalah harta waris dan sisanya tidak diberikan kepada kami. Surat-surat tanah, ijazah, perhiasan orang tua, demikian yang mulia. Sekiranya bisa ditekankan para penuntut umum untuk mengembalikan karena itu semuanya adalah budel waris yang belum dibagi waris,” pintanya.

Didakwa Terima Suap Rp 1 Miliar dan SGD 308 Ribu 

Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya  Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

Uang tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000," ucap Jaksa Penuntut Umum saat membacakan dakwaan.

Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

"Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum," ucapnya.

Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

"Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik," jelas Jaksa.

Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata dia.

Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Sekilas Soal Vonis Bebas Ronald Tannur

Adapun terkait perkara Ronald Tannur sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam amar putusannya menyatakan, Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya sang kekasih Dini Sera Afriyanti.

Ronald Tannur juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Untuk itu, Ronald Tannur dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP. 

Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).

Vonis tersebut pun menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.

Komisi III DPR pun sempat menggelar rapat bersama keluarga korban untuk mendengar kesaksian dari keluarga korban.

Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), Ronald Tannur diputus bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun.

Putusan tersebut menggantikan putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur.

Ronald Tannur terbukti melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP dengan pidana penjara selama 5 tahun.

Kemudian, Ronald Tannur pun dieksekusi untuk menjalani hukuman 5 tahun penjara.

Sementara, ketiga hakim PN Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur ditangkap Kejaksaan Agung terkait kasus gratifikasi. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas