Bahlil Sindir Parpol Salahkan Mantan Presiden Karena Kadernya Jadi Tersangka KPK: Harus Fair
Bahlil meminta semua pihak menghargai penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia menyindir partai politik (parpol) yang menyalahkan mantan presiden seusai kadernya menjadi tersangka oleh KPK.
Menurutnya setiap partai haruslah fair jika kadernya bersalah.
Mulanya, Bahlil menyinggung setiap partai pernah mengalami kadernya yang diproses hukum.
Karena itu pihaknya meminta semua pihak menghargai penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
"Tidak untuk saling kita menyalahkan antara siapa yang benar dan siapa yang salah. Biarkanlah semua instrumen negara bekerja sesuai dengan aturan dan keundang-undangan yang ada," ujar Bahlil saat refleksi akhir tahun Golkar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Bahlil pun mengungkit ada kader partai Golkar yang pernah ditetapkan tersangka oleh KPK.
Dia pun menyinggung nama Eks Gubernur Bengkulu Rohidin yang juga merupakan kader Golkar.
Menteri ESDM itu menyampaikan kadernya itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK saat akan maju kembali di Pilgub Bengkulu 2024.
Namun saat itu partai berlambang pohon beringin itu menghargai penegak hukum.
"Surveinya itu tinggi. Tapi terjadi musibah. Ada musibah, Ya kami prihatin, kami sayang betul abang kami ini. Tapi apa boleh buat? Ini persoalan hukum. Ya kami hargai proses itu. Menghormati," jelasnya.
Bahlil pun mengatakan partak Golkar tidak pernah menyalahkan siapa pun atas penetapan tersangka tersebut.
Dia pun meminta setiap parpol harus fair jika kadernya bersalah.
"Jadi kita berpartai ini juga harus fair. Jangan sakitnya di kepala, garuknya di perut. Apakah Golkar menyalahkan siapa? Nggak ada," jelasnya.
Mantan Menteri Investasi itu menyindir partainya tidak pernah juga menyalahkan mantan presiden maupun salah satu ketum parpol atas penetapan tersangka tersebut.
"Kami enggak menyalahkan bahwa ini yang salah partai A, partai B, atau mantan Presiden A, atau mantan Presiden B, atau ketum partai A, ketum partai B. Nggak ada itu kita salah-salahkan. Atau merasa dikerjain? nggak juga," bebernya.
"Jadi maksud saya mboh berpikirnya itu yang objektif- objektif aja lah. Dan kita menghargai, Golkar menghargai proses-proses yang ada, proses hukum yang ada," lanjutnya.
Bahlil pun ditanya apakah maksud pernyataannya itu untuk menyindir kasus penetapan tersangka kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh KPK.
"Jadi kami tidak bermaksud mengatakan kayak yang lain. Tapi kalau statement saya ini ada yang merasa, ya walau wallahualam bisawab. Masa orang rasa gue harus larang?" tandasnya.
Sekjen PDIP Tersangka KPK
Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto menyampaikan keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Harun Masiku.
Mulanya, Setyo menyebut Hasto bersama dengan Harun Masiku memberikan suap kepada eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Pileg 2019 lalu.
Setyo mengatakan Hasto meminta agar Harun Masiku ditempatkan pada daerah pemilihan (dapil) Sumatra Selatan meski yang bersangkutan berdomisili di Toraja, Sulawesi Selatan.
Dalam raihan suara, Harun Masiku kalah dengan calon legislatif (caleg) PDIP lainnya yaitu, Riezky Aprilia.
"Bahwa proses pemilihan legislatif tahun 2019, ternyata HM hanya mendapatkan suara 5.878. Sedangkan, caleg atas nama Riezky Aprilia memperoleh suara 44.402," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Setyo mengatakan seharusnya Riezky Aprilia menjadi sosok yang menggantikan caleg terpilih, Nazarudin Kiemas.
Adapun Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 yang lalu.
Namun, kata Setyo, ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku lewat beberapa upaya yang dilakukan.
Pertama, Hasto melakukan pengujian konstitusional atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah dikabulkan, ternyata KPU tidak melaksanakan terkait putusan judicial review Hasto yang dikabulkan oleh MA.
Hasto, kata Setyo, lantas mengajukan permintaan fatwa kepada MA.
"Kemudian menandatangani surat nomor 2576 tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review," kata Setyo.
"Setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau untuk melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, saudara HK meminta fatwa kepada MA," sambungnya.
Hasto juga berupaya dengan meminta Riezky mengundurkan diri dan diganti oleh Harun Masiku menggantikan Nazarudin yang meninggal dunia.
Namun, kata Setyo, permintaan Hasto itu ditolak oleh Riezky.
Kemudian, Hasto juga berupaya dengan memerintahkan kader PDIP, Saiful Bahri ke Singapura agar Riezky mau mundur tetapi berujung penolakan serupa.
Upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menahan surat undangan pelantikan anggota DPR yang ditujukan kepada Riezky.
"Bahkan surat undangan pelantikan anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudari Riezky mundur setelah pelantikan," jelas Setyo.
Hasto Sediakan Uang untuk Suap Eks Komisioner KPU
Setyo menyebut upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.
"Dimana Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU," jelas Setyo.
Setyo mengatakan lalu Hasto bertemu dengan Wahyu pada 31 Agustus 2019.
Kemudian, berdasarkan penyelidikan, Setyo menyebut uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu dari Hasto.
"Bahwa dalam proses perencanaan sampai proses penyerahan, uang tersebut Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara Saiful Bahri dan DTI dalam memberikan suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan," tuturnya.
Hasto juga memiliki peran mengendalikan DTI untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan surat pelaksanaan fatwa MA kepada KPU.
Selain itu, Hasto juga meminta DTI untuk melobi anggota KPU agar bisa menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR.
"Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada komisioner KPU melalui Tio," tutur Setyo.
"Kemudian, HK bersama-sama dengan HM, Saiful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan, jumlahnya seperti pada kasus sebelumnya," sambungnya.
Atas perbuatannya ini, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Jokowi Disalahkan
PDIP menilai penetapan tersangka Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto ada motif politisi.
PDIP seakan tak percaya jika Hasto terlibat dugaan suap Harun Masiku.
Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy menduga, Hasto dijadikan tersangka karena kerap mengkritik Presiden ke-7 Joko Widodo.
Terlebih, partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri tersebut memecat Jokowi, Wapres Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution sebagai kader beberapa waktu lalu.
Bahkan PDIP mengklaim memiliki video dan dokumen soal pejabat negara dan elite politik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.