Penerbit Buku Kompas Luncurkan Karya Jakob Tobing Soal Proses Amendemen UUD, Mahfud MD Beri Respons
Penerbit Buku Kompas meluncurkan buku karya Mantan Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja MPR Jakob Tobing
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi

"Kalau Pak Jacob tidak. Diubah sekali, berkelanjutan sampai ke tahun selesainya 2002. Bukan diubah empat kali. Ini menjadi penting. Kenapa? Karena diubah empat kali itu seakan diubah-ubah terus, tapi empat tahap dan selesai 1999-2002. Itu satu hal yang menurut saya menarik," ungkap dia.
Menutup tanggapannya, ia mencoba memancing diskusi dengan melontarkan pertanyaan perihal muncul atau tidaknya pemikiran soal pasal yang mengatur tentang presiden sebagai lembaga di kalangan PAH ketika melakukan proses perubahan UUD 1945 tersebut.
Menurutnya, dalam konteks kekinian hal tersebut menjadi relevan mengingat munculnya kesulitan untuk membedakan presiden bertindak sebagai Kepala Pemerintahan, presiden bertindak sebagai Kepala Negara, presiden bertindak sebagai penguasa tertinggi atas Angkatan Bersenjata, presiden bertindak sebagai Ketua Umum Partai Politik, dan presiden bertindak sebagai Kepala Keluarga.
"Itu yang generasi muda sekarang bertanya-tanya. Ini kenapa konstitusi dulu tidak memerintahkan ada lembaga kepresidenan itu diatur oleh Undang-Undang, berbeda dengan lembaga-lembaga lain?" ungkap Budiman.
Budiman juga memandang perlu adanya penerjemahan ke berbagai platform terhadap sejarah konstitusi bagi generasi muda.
Hal tersebut, kata dia, agar generasi muda bisa lebih memahami teks-teks konstitusi.
"Dan mungkin juga perlu ada sosialisasi konstitusi dari bukunya Pak Jacob Tobing itu dalam platform-platform yang lain. Kalau baca (buku) seperti ini memang 'mbelenger', tapi yo berat. Hanya orang yang suka dengan pikiran-pikiran seperti ini. Tapi sejarahnya bagaimana sih? Saya nggak yakin anggota DPR yang ada sekarang, mungkin juga tidak memahami apa sebetulnya pikiran-pikiran perancang konstitusi," ungkapnya.
Menanggapi buku tersebut, Todung memandang amandemen UUD 1945 telah membuka jalan perubahan fundamental terhadap negara untuk menjadi lebih demokratis, berlandaskan hukum, dan menghormati hak asasi manusia.
Namun, ia juga memberi catatan terhadap salah satu catatan kaki pada buku tersebut.
"Saya tadi waktu di ruang tunggu, bicara dengan Pak Jacob, saya dulu itu ikut dengan Koalisi Untuk Konstitusi Baru, koalisi masyarakat sipil. Dalam salah satu footnote dalam bukunya Pak Jacob, itu saya dikutip, seolah-olah saya menuduh PAH I menipu rakyat Indonesia," ungkap Todung disambut tawa sejumlah hadirin.
"Sebetulnya bukan itu maksudnya. Yang saya ingin katakan mungkin medianya salah kutip. Yang ingin saya katakan adalah proses perubahan UUD 1945 itu harus lebih partisipatoris. Kalau proses seperti itu hanya dilakukan oleh PAH I, oleh MPR, itu akan terlihat elitis," lanjut dia.
Menanggapi buku tersebut, Mahfud memandang buku yang ditulis Jacob adalah buku yang berani bilang dengan tegas amanademen UUD 1945 lebih baik daripada UUD 1945 sebelum diamandamen.
Menurutnya, jarang yang berani menyatakan hal tersebut.
Mahfud juga menyoroti judul buku tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.