Tukar Menukar Aset Kripto Bakal Kena Pungutan PPh dan PPN, Berikut Alasan Ditjen Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi memajaki aset kripto mulai 1 Mei 2022.
Editor: Sanusi
Alasan pedagang fisik aset kripto kenakan PPN dan PPh ke penjual dan pembeli
Lebih lanjut dia menjelaskan, pengenaan ini dilakukan oleh pihak fasilitator atau penjual fisik aset kripto.
Pasalnya, penjual memiliki kontrol penuh atas dua hal, yakni payment gateway atau dompet digital (e-wallet) sebelum dana masuk kepada masing-masing pihak, serta data penjualan dan pembelian.
"Dalam konteks pemajakan, dua unsur ini adalah syarat utama agar pemajakan bisa dilancarkan. Makanya dalam PPN isu jual beli itu tidak terlalu dan serta-merta dibatasi hanya dengan jual beli. Tapi ketika ada pertukaran pun, itu sudah dianggap penyerahan sesuai UU," tandasnya.
Contoh perhitungan PPN dan PPh transaksi tukar-menukar aset kripto
Tuan B melakukan transaksi tukar-menukar 0,3 koin aset kripto F dengan 30 koin aset kripto G yang dimiliki oleh Nyonya C sebagai pelanggan pedagang fisik aset kripto X. Pada tanggal 10 Mei 2022, nilai konversi 1 aset kripto ke dalam mata uang sama dengan Rp 500 juta.
Maka, penjual/pedagang fisik aset kripto wajib memungut PPN dan PPh dari kedua belah pihak, dengan rincian:
1. Atas penyerahan aset kripto F
a. Memungut PPh pasal 22 kepada tuan B sebesar 0,1 persen x (0,3 x Rp 500 juta) = Rp 150.000.
b. Memungut PPN kepada Nyonya C sebesar = 1 persen × 10 persen x (0,3 x Rp 500 juta) = Rp 150.000
2. Atas penyerahan aset kripto G
a. Memungut PPh pasal 22 kepada nyonya C sebesar 0,1 persen × (30 × Rp 5 juta) = Rp 150.000.
b. Memungut PPN kepada Tuan B sebesar 1 persen x 10 persen x (30 x Rp 5 juta) = Rp 150.000.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tukar Menukar Aset Kripto Kena "Dobel Pungutan" PPh dan PPN, Ini Alasan Ditjen Pajak"
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.