Social Commerce yang Berpotensi Langgar Persaingan Usaha
Dumping sendiri adalah penjualan barang dari luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.
Editor: Hendra Gunawan
Dumping sendiri adalah penjualan barang dari luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.
Hal itu merupakan tugas atau PR pemerintah di sisi hulu, sementara untuk di hilirnya produk-produk impor ilegal itu masuk melalui platform e-commerce dan social commerce.
Oleh karena itu pemerintah sendiri tengah mengundangkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang merupakan Revisi Permendag 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik PMSE).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengatakan, dengan diluncurkannya beleid ini bisa melindungi konsumen dan pelaku usaha.
"Permendag ini merupakan amanat Presiden kepada Kemendag untuk melindungi perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha di dalam negeri," ujar Mendag Zulhas dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/9/2023).
"Selama ini kan perkembangan sistem perdagangan di platform cepat makanya kita atur. Kita mengatur bukan melarang," sambung Zulhas.
Ada 6 poin utama yang diatur pemerintah dalam Permendag tersebut.
Berikut adalah rinciannya:
- Social commerce tidak boleh melakukan transaksi langsung, tetapi hanya boleh memfasilitasi promosi barang dan jasa.
- Penetapan harga minimum sebesar 100 dollar AS per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce.
- Disediakan produk positive list yaitu daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan cross border langsung masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce.
- Menetapkan syarat khusus bagi pedagang luar negeri pada marketplace dalam negeri. Misalnya, produk makanan diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal dan produk kecantikan harus memiliki izin edar kosmetik dari Badan POM.
- Larangan marketplace dan social commerce untuk bertindak sebagai produsen. Itu artinya, e-commerce dilarang untuk menjual produk-produk produksi mereka sendiri.
- Penguasaan Data oleh PPMSE untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data.
Hanya Untuk Promosi
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyoroti kebijakan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 50/2020 yang melarang aktivitas transaksi social commerce seperti Tiktok Shop.
Platform social commerce asal Tiongkok yang menjual barang murah crossborder menjadi ihwal munculnya persaingan dagang yang tidak sehat.
Pelaku UMKM atau pedagang pasar menjadi kalah saing hingga sulit menutup biaya modal, belum lagi kebutuhan sewa.
Piter mendukung kebijakan pemerintah dalam hal memberikan ketertiban dunia usaha.
“Saya mendukung kebijakan pemerintah membatasi ruang gerak atau bahkan melarang social commerce,” ucap Piter kepada Tribun, Selasa (26/9/2023).
Namun, Dosen Perbanas Institute ini tidak sepemikiran tujuan dari beleid larangan melakukan perniagaan atau transaksi jual beli barang.
Nantinya media sosial hanya diperbolehkan melakukan promosi barang atau jasa, seperti iklan di televisi.