Laba Merosot, Proton Cari Investor untuk Selamatkan Perusahaan
April 2016 lalu, pemerintah Malaysia sudah menyuntikkan dana 1,5 miliar ringgit atau Rp Rp 4,7 triliun untuk membantu keuangan Proton.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR– Menjadi merek mobil milik pemerintah, tidak menjamin Proton asal Malaysia tampil gemilang di panggung industri otomotif dalam negerinya. Mulai berdiri sejak 1983, Proton kali ini dikabarkan butuh pertolongan.
Mengutip Automotive News Europe, Jumat (23/9/2016) Proton dikabarkan sedang mencari rekanan untuk bisa membantu menghidupkan kembali produsen mobil milik Malaysia tersebut.
Laba Proton telah bertahun-tahun merosot lantaran produknya yang kurang berkualitas, baik dari aspek teknologi maupun model, serta lemahnya purna jual dan ketatnya kompetisi.
April 2016 lalu, pemerintah Malaysia sudah menyuntikkan dana 1,5 miliar ringgit atau Rp Rp 4,7 triliun untuk membantu keuangan Proton.
Pemerintah Malaysia mengatakan, modal bisnis ini tidak secara berkelanjutan diberikan, tetapi hanya hanya untuk mengantarkan Proton sampai menemukan mitra bisnisnya.
Proton sudah menyebar 20 proposal kerja sama kepada para produsen kendaraan roda empat yang ada di dunia. Saham utama Proton sedang coba untuk dijual, tapi belum diketahui berapa jumlahnya.
Sampai saat ini baru ada tiga perusahaan yang coba merespon tawaran dari Proton, PSA Group (pembuat mobil Peugeot), Renault dan Suzuki.
"Peugeot menegaskan, sudah menanggapi proposal permintaan yang diprakarsai oleh Proton dan pemegang saham," kata juru bicara PSA.
Namun jubir tersebut enggan mengatakan lebih rinci terkait urusan tersebut, apa sudah mencapai kesepakatana atau belum.
Di masa kejayaannya, Proton pernah memimpin pasar kendaraan domestik sebesar 74 persen pada tahun 1993.
Tapi setelah bertahun-tahun mulai goyah karena masalah kualitas mobil, pelayanan purna jual , dan langkah untuk membuat model sendiri yang gagal mengesankan konsumen, pangsa pasarnya telah menurun drastis, menjadi sekitar 15 persen saat ini.
Teringat jelas kata-kata pengamat ekonomi Faisal Basri, kala berbincang dengan KompasOtomotif.
Kalau idealisme yang dibangun Proton malah membawa kehancuran dan kesengsaraan bagi mereka.
Berniat memiliki merek mobil sendiri, tapi malah rugi besar karena kalah bersaing.
“Lihat Malaysia sengsara, sok tahu mereka, tidak laku barangnya sekarang. Karena teknologi sudah semakin tinggi, model cepat berubah, tidak ada yang kuat (dana maupun sumber daya manusia),” ujar Faisal satu bulan lalu, Jumat (12/8/2016).
Faisal berpadangan, negara berkembang tidak seharusnya memaksakan merek nasional dengan konsep produk unggulan. Sebaiknya lebih ke arah kegiatan unggulan, agar bisa jadi basis produksi kendaraan.
Penulis: Ghulam Muhammad Nayazri