Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Otomotif

Benarkah Rem Blong Jadi "Penyakit Kronis" Bus hingga Renggut Korban Jiwa?

Kebanyakan kejadian kecelakaan lalu lintas yang disebut rem blong 85 persen bukan karena sistem pengereman yang bermasalah.

Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Benarkah Rem Blong Jadi
TRIBUNNEWS BOGOR
Laka maut bus HS Transport di Gadog, Puncak, Kabupaten Bogor, Sabtu (22/4/2017) sore. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejadian kecelakaan di jalur Puncak, Jawa Barat, Sabtu (22/4/2017) yang melibatkan 13 kendaraan hingga timbul korban jiwa dicurigai karena bus pariwisata mengalami rem blong. Namun apakah benar demikian?

Kurnia Lesani Adnan, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) mengungkapkan kebanyakan kejadian kecelakaan lalu lintas yang disebut rem blong 85 persen bukan karena sistem pengereman yang bermasalah.

Kecelakan terjadi karena medan jalan dan penggunaan rem yang berlebihan.

“Kalau sudah terjadi kerusakan pada sistem pasti pengemudi berhenti dan bisa dirasakan lebih dulu. Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sistem pengereman tersebut,” ucap Kurnia, Minggu (23/4/2017).

Menurut Kurnia, kejadian kecelakaan pada bus pariwisata sering terjadi karena bus tersebut memiliki tujuan yang tidak tentu.

Ini artinya pengemudi hafal jalan, namun kondisi jalan berubah-ubah seperti macet, turunan dan tanjakan serta lainnya.

Kejadian kecelakaan seperti di Puncak timbul karena kurangnya perawatan terhadap kondisi bus secara berkala.

Berita Rekomendasi

Ini membuat potensi kecelakaan semakin besar ketika masa-masa liburan seperti saat ini.

“Kalau perusahaan yang berbadan hukum sesuai ketentuan UU No 22 tahun 2009 pasti akan memiliki manajemen operasional yang lebih terukur. Termasuk dalam perawatan kendaraan karena menyangkut nama baik perusahaan yang berbadan hukum tadi,” ucap Kurnia.

Di sini peran pemerintah terhadap pengawasan operator angkutan wajib ditingkatkan.

Konsumen juga menjadi salah satu penyebab seringnya bus bermasalah “keluar kendang” dengan alasan harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan operator lain yang sudah terjamin perawatan armadanya.

“Semestinya masyarakat juga memahami ini bahwa kendaraan tidak harus baru. Paling penting adalah kelaikan kendaraan yang bisa diukur dari manajemen perusahaan bus yang akan disewa memiliki reputasi baik atau tidak,” ucap Kurnia.


Ahmad Yani, Kasubdit Angkutan Orang Kementrian Perhubungan mengungkapkan bus yang terlibat kecelakaan Puncak kemarin mengungkapan bus tersebut merupakan bekas angkut AKDP Surabaya-Jombang.

Dibeli dua tahun lalu oleh operatornya sekarang namun saat ini di Kemenhub belum memiliki data terkini dari perusahaan tersebut.

“Artinya bis tersebut tidak memiliki izin pariwisata karena tidak ada di database kami. Soal kecelakaan tersebut sudah pasti akibat kurangnya pemeliharaan dari operator bus tersebut,” ucap Ahmad saat dihubungi Minggu, (23/4/2017).

PenulisSetyo Adi Nugroho

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas