Pelaku Industri Logistik Keluhkan Aturan BPH Migas Batasi Penjualan Solar Bersubsidi
ILC menilai, surat edaran tersebut bertentangan dengan substansi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pelaku industri logistik Tanah Air yang tergabung Indonesian Logistics Community (ILC) mempertanyakan keputusan Pemerintah membatasi dan melarang penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar seperti edaran yang saat ini beredar di kalangan masyarakat.
Karena itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ILC Teguh Siswanto mempertanyakan keberpihakan pemerintah terkait surat edaran tersebut.
Teguh menegaskan, surat edaran tersebut bertentangan dengan substansi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
Pasal ini menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
"Dari pasal tersebut cukup jelas bahwa BBM bersubsidi jenis solar seyogyanya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini Negara melalui pemerintah dapat memfokuskan untuk mengawal dan melakukan pengawasan terkait distribusi, pengelolaan, dan penggunaannya agar tepat sasaran, karena ekonomi nasional memiliki dasar keadilan, guna berujung pada kekuatan ekonomi nasional,” ujar Teguh dalam siaran pers tertulis kepada Tribunnews, Kamis (19/9/2019).
Baca: Lapor Polisi, DJ Dinar Candy Jadi Sasaran Pelecehan Seksual Pria Amerika
Sebelumnya, untuk membatasi pendistribusian jenis BBM tertentu (jenis minyak solar)
agar tepat sasaran dan tidak terjadi over kuota, BPH Migas telah mengeluarkan
Surat Edaran No. 3865.E/Ka BPH/2019 tentang Pengendalian Kuota Jenis BBM
Tertentu pada 29 Agustus 2019.
Baca: Volvo Trucks Rayakan 25 Tahun Kehadiran FH Series di Indonesia dengan Livery Spesial
Hal-hal yang diatur oleh pokok surat edaran tersebut meminta kepada PT Pertamina (Persero) untuk melaksanakan pengaturan pembelian Jenis BBM Tertentu (Jenis Minyak Solar) terhadap kendaraan bermotor untuk hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan; angkutan barang roda (empat); kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan bewarna dasar merah, mobil TNI/Polri dan sarana transportasi air milik Pemerintah; mobil tangki BBM, CPO, dump truck, truck trailer, truk gandeng dan mobil
molen (pengaduk semen); konsumen pengguna usaha mikro, usaha perikanan, transportasi air yang menggunakan motor tempel dan pelayanan umum yang tidak menggunakan
surat rekomendasi dari instansi berwenang.
Dalam surat yang antara lain ditembuskan kepada Menteri ESDM, Menkeu, Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN serta Panglima TNI dan Kepala BIN tersebut, BPH Migas ,meminta Kapolri membantu melakukan pengendalian kuota jenis BBM
tertentu dengan menugaskan personil hingga tingkat Kepolisian Sektor (Polsek) agar
melakukan pengawasan pembatasan jumlah penjualan per kendaraan di setiap titik serah agar pendistribusian solar tepat sasaran.
Teguh menambahkan diterbitkannya surat edaran tersebut tidak mendukung geliat industri logistik.
“Karena kebijakan tersebut dapat berdampak langsung pada kenaikan tarif logistik dan berpengaruh pada kegiatan ekspor-impor, juga pelemahan daya saing di pasar global," ujarnya.
Bahkan hal tersebut bisa memicu efek domino yang bisa berimbas negatif pada harga-harga
kebutuhan pokok di dalam negeri.
"Ini bukan hal positif untuk kemakmuran rakyat, oleh karena itu saya mempertanyakan keberpihakan pemerintah terkait munculnya kebijakan tersebut,” ujar Teguh.
Teguh juga menambahkan, isi surat edaran tersebut tidak sejalan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191/2014 yang diperbaharui dengan Perpres Nomor 43 tahun 2018 yang mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM pada jenis BBM tertentu adalah termasuk yang diberikan subsidi, dan bahan bakar jenis minyak solar.
Lampiran dari peraturan presiden tersebut menyatakan bahwa penggunaan minyak solar ditujukan kepada angkutan umum untuk barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar kuning dan tulisan berwarna hitam kecuali angkutan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam.
“Terkait permasalahan over quota dan distribusi BBM yang tidak tepat sasaran, diharapkan Pemerintah melalui BPH Migas dapat melakukan review, juga melaksanakan upaya-upaya konkret yang proporsional," ujar Teguh.
Pihaknya pada dasarnya sangat mendukung regulasi pemerintah selama produk regulasi tersebut memperkuat industri khususnya logistik, serta dapat menjaga situasi pasar tetap kondusif.
"Aturan dapat ditegakkan tanpa tebang pilih demi keadilan dan kemakmuran rakyat,” tandasnya.