Pengamat: Perlu Kebijakan Komprehensif untuk Dorong Transisi Energi di Sektor Transportasi
Kebijakan yang komprehensif itu meliputi insentif bagi konsumen, insentif untuk mendukung perkembangan rantai pasok dari hulu ke hilir.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah meratifikasi regulasi penggunaan mobil listrik berupa insentif pajak untuk mendorong pencapaian target transisi energi.
Namun insentif tersebut masih terbatas sehingga perlu suatu kebijakan yang komprehensif agar perkembangan mobil listrik ini dapat tumbuh dan menarik bagi investor.
Kebijakan yang komprehensif itu meliputi insentif bagi konsumen, insentif untuk mendukung perkembangan rantai pasok dari hulu ke hilir.
"Ketentuan insentif dan subsidi bagi produsen dan konsumen mobil listrik masih terbatas, sehingga belum membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya dalam usaha mobil listrik di Indonesia,” kata Luky A. Yusgiantoro, Dewan Pembina Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) menyikapi fenomena perkembangan mobil listrik di dunia, Kamis (15/4/2021).
Luky meyakini, Indonesia merupakan pasar kendaraan terbesar di Asia Tenggara sehingga potensi untuk mengembangkan industri mobil listrik dan peluang untuk melakukan transisi energi pada sektor transportasi sangat besar.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Pengembangan Industri Mobil Listrik Dipercepat
Ia menambahkan, dalam melakukan transisi energi pada sektor transportasi maka langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta meningkatkan energi terbarukan dalam bauran energi nasional.
Baca juga: Perusahaan Ary Sigit Soeharto Kenalkan Sepeda Motor Listrik Anubis, Simak Harga dan Spesifikasinya
Sektor transportasi di Indonesia merupakan sektor terbesar kedua yang menggunakan energi fosil. Hal ini menyebabkan beban berat bagi APBN karena sebagian bahan bakar masih impor.
Langkah berikutnya adalah ketersediaan infrastruktur pendukung seperti pengisian baterai, fasilitas perawatan mobil listrik, dan pembangkit listrik.
"Stasiun pengisian baterai dan fasilitas perawatan mobil listrik hanya ditemukan di beberapa kota saja," ujar pakar energi PYC ini.
Sementaram untuk pembangkit listrik, Indonesia masih menghadapi dilema karena sebagian besar pembangkit listrik masih menggunakan batu bara.
"Jika Indonesia serius dalam pengembangan energi bersih, maka penggunaan energi terbarukan dalam pembangkit listrik harus ditingkatkan,” tambahnya.
Untuk mendukung infrastruktur diperlukan ketersediaan nikel, mulai dari bahan mentah hingga memprosesnya ke dalam bentuk baterai mobil listrik sebagai nilai tambah.
Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar di dunia tentu memiliki kesempatan untuk mengembangkan mobil listrik secara mandiri karena baterai adalah bahan utama dalam perakitan komponen mobil listrik.
“Indonesia perlu meningkatkan hubungan kerja sama dengan beberapa negara diantaranya Tiongkok guna membantu dalam pengembangan rantai pasok mobil listrik."