Udara Jakarta Tak Sehat, Kendaraan Bermotor Penyebabnya
Tingginya volume kendaraan bermotor di kota besar mengakibatkan Index Standar Pencemar Udara (ISPU) atau Pollutant Standard Index
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian LHK Sigit Reliantoro mengatakan sumber pencemaran udara di Jakarta utamanya disebabkan gas buang kendaraan bermotor.
Tingginya volume kendaraan bermotor di kota besar mengakibatkan Index Standar Pencemar Udara (ISPU) atau Pollutant Standard Index (PSI) cenderung lebih tinggi.
"Penyebab pencemaran itu dari kendaraan bermotor dan disumbang dari peningkatan aktivitas warga Jakarta pasca pandemi Covid-19," katanya di kantor KLHK, Senin (27/6/2022).
Baca juga: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Didesak Segera Keluarkan Putusan Banding Soal Gugatan Polusi Udara
Aktivitas masyarakat ke luar rumah menjadi sebab polusi DKI Jakarta kembali naik peringkat.
Sigit mengungkapkan data polusi udara tertinggi bukan hanya di ibu kota tetapi di daerah penyangganya yakni Bekasi dan Tangerang.
Dari data yang ada 26 Juni 2022 pukul 16.00 WIB, Tangerang memiliki nilai ISPU sebesar 111 atau masuk kategori tidak sehat.
Sedangkan kategori pencemaran udara tidak sehat di Jakarta ada di wilayah Lubang Buaya dan Kebon Jeruk dengan konsentrasi polutan utama PM2.5.
Pengamatan Tribun Network, di lokasi kategori udara tidak sehat tersebut bahwa betul aktivitas lalu lintas kendaraan cukup tinggi.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan agar polusi di Jakarta dan sekitarnya dapat ditekan," urai Sigit.
Baca juga: Studi: Polusi Sebabkan 9 Juta Orang Meninggal per Tahun
Dia menekankan agar kendaraan bermotor menggunakan euro 4 sebagai standar emisi gas buang.
Pria yang juga Co-Chair Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) juga mendorong pengendalian pencemaran udara dengan bersepeda di Jakarta.
Sigit sempat mengajak para delegasi side event G20 untuk bersepeda pada pagi hari dari Hotel Shangri-La ke Bundaran HI, dan istirahat di Taman Suropati.
"Kami mengkampanyekan Jakarta sudah memiliki fasilitas publik dan memanfaatkan penggunaan sepeda. Kita bekerjasama dengan komunitas Bike to Work mengajak para delegasi untuk menikmati Jakarta sambil berolahraga,” terang Sigit.
Ia menambahkan masyarakat perlu memakai masker saat ke luar rumah untuk mengurangi paparan polusi udara yang tidak sehat, terus monitor kualitas udara dan gunakan pemurni udara di dalam rumah.
Baca juga: Penanggulangan Perubahan Iklim dan Polusi Udara Harus Berjalan Bersamaan
"Masyarakat diharapkan dapat menjalankan aktivitasnya dengan bijak agar kualitas udara tetap terjaga dengan baik," tukas Sigit.
Dibandingkan saat kebijakan Pembatas Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan kualitas udara DKI Jakarta relatif bersih.
Data Ditjen PPKL-Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara (PPU), pemantauan kualitas udara ambien secara otomatis atau biasa disebut AQMS (Air Quality Monitoring System) bahwa PSBB menyebabkan berkurangnya aktivitas sehingga semakin berkurang juga polusi udara yang dikeluarkan.
Sementara Juru Kampanye Iklim dan Energi Green Indonesia Bondan Andriyanu mencatat udara ambien jakarta pada tahun 2021 berstatus tercemar.
Menurutnya, perlu evaluasi efektivitas kegiatan uji emisi terhadap kualitas udara ambien yang belum dapat dituntaskan.
Itu karena asap knalpot kendaraan menjadi sumber polusi udara di mana musim kemarau lebih tinggi persentase emisi yang dikeluarkan yakni 42-57 persen.
"Segera lakukan langkah nyata pengendalian sumber pencemaran udara demi melindungi kelompok rentan, agar tidak terjadi lebih banyak lagi kerugian ekonomi akibat polusi udara," urai Bondan.
Bondan menyarankan pemerintah menggunakan berbagai kajian akademis yang sudah ada sebagai dasar untuk bertindak dan memiliki urgensi tinggi untuk mengendalikan sumber pencemaran udara.
Pengaruh Populasi Manusia
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam kegiatan Pengukuhan Profesor Kehormatan mengatakan pertumbuhan populasi manusia menjadi faktor penting perubahan iklim.
Menurutnya, iklim berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan lingkungan dan manusia dengan hutan.
"Pada saat populasi manusia masih sedikit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi lingkungan dan hutan, maka lingkungan menjadi lebih mudah pulih karena tingkat gangguannya minim," ucap Siti.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, kala itu dilakukan tradisional, sedangkan perubahan kondisi hutan terjadi saat pertumbuhan populasi mulai meningkat.
"Kebutuhan lahan untuk pemukiman semakin besar ketika kebutuhan pemukiman dan kebutuhan sumber daya alam meningkat, diperlukan tata kelola SDA untuk menjawab tantangan agar dapat ditangani secara berkesinambungan," papar Menteri LHK.
Siti menambahkan faktor perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungannya akan sangat menentukan bagaimana bentang alam akan terbentuk.
Sistem bumi terdiri dari bentang alam geosfer sebagai hasil interaksi antara atmosfer, hidrosfer, biosfer serta litosfer.
"Pada tiga dekade terakhir terjadi perubahan mendasar terhadap pandangan keilmuan tentang bumi di mana banyak pihak yang mewaspadai adanya perubahan global saling memberi pengaruh antara komponen sistem kebumian yaitu atmosphere, biosphere, hydrosphere, dan geosphere," imbuhnya. (Tribun Network/Reynas Abdila).