Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Otomotif

Jangan Cuma Mobil dan Motor Listrik, Kendaraan Berbahan Bakar BBG Juga Perlu Insentif

Selain untuk kendaraan listrik, Pemerintah perlu memberikan insentif kepada kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Gas demi mendorong bauran energi.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Jangan Cuma Mobil dan Motor Listrik, Kendaraan Berbahan Bakar BBG Juga Perlu Insentif
Tribunnews/JEPRIMA
Sejumlah kendaraan mengantre untuk melakukan pengisian Bahan Bakar Gas di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (15/11/2018). Pemerintah diharapkan juga memberikan insentif untuk kendaraan yang menggunakan BBG selain insentif untuk masyarakat yang membeli kendaraan listik. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan memberikan insentif untuk pembelian kendaraan listrik, baik sepeda motor maupun mobil oleh masyarakat sebesar Rp 5 triliun rupiah atau sekitar 320,41 juta dari anggaran tahun depan.

Rincian skema itu masih dalam pembahasan di internal kementerian.

Pekan lalu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada potongan harga sebesar 80 juta rupiah untuk masyarakat yang membeli kendaraan listrik buatan perusahaan yang memiliki pabrik di dalam negeri.

Pengamat energi Iwa Garniwa berpendapat, selain untuk kendaraan listrik, Pemerintah juga perlu memberikan insentif kepada kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Gas (BBG) demi mendorong optimalisasi target bauran energi nasional.

Kendaraan dengan bahan bakar gas juga dinilai lebih ramah lingkungan ketimbang kendaraan berbahan bakar bensin atau solar karena merupakan energi bersih.

Iwa Garniwa mengatakan, penggunaan energi terbarukan telah menjadi tuntutan global, termasuk di Indonesia. Maka wajar jika diperlukan insentif untuk merealisasikannya.

Meski begitu, Indonesia perlu untuk memiliki program sendiri yang lebih tepat sasaran dan terukur.

BERITA REKOMENDASI

Menyesuaikan dengan potensi yang ada di dalam negeri serta mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat.

“Tujuannya adalah ketahanan energi nasional yang didukung dengan kemandirian dan kedaulatan,” kata Iwa Garniwa dalam pernyataannya yang dikutip Kamis, 22 Desember 2022

Iwa yang merupakan profesor serta Guru Besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan, menuju penggunaan kendaraan full listrik butuh tahapan.

Saat ini terdapatsekitar 24 juta kendaraan roda empat serta sekitar 120 juta sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) yang perlu diperhatikan.

Baca juga: BBM Mahal, Penggunaan BBG untuk Sektor Transportasi Perlu Digenjot

”Ketika kita langsung ke kendaraan listrik, itu semua mau diapakan? Jadi perlu transisi,” terangnya.


Pada saat yang sama, lanjut Iwa, Indonesia memiliki berbagai sumber energi ramah lingkungan yang bisa dioptimalkan pada fase transisi dimaksud.

Terutama, BBG yang programnya sudah sempat dijalankan namun belum masif. Seperti program pemasangan konverter kit gratis.

Selain pada kendaraan umum dan dinas, program sejenis juga telah dilakukan kepada ribuan nelayan di berbagai daerah.

”Saya berpikir ada program yang bagus. Dari BBM ke BBG. Saya beberapa kali naik taksi di Korea Selatan saja ternyata pakai gas," ujarnya.

Baca juga: Konversi BBM ke BBG Masuk dalam Program Transisi Energi DEN

"Jadi penting untuk tidak semata-mata fokus ke satu program saja,” ungkap Iwa Garniwa.

Iwa menambahkan, yang terpenting adalah tahapan dalam rangka mengurangi emisi. BBG tetap dalam konteks tersebut.

“Padahal (konversi BBM ke BBG) itu sudah bagus. Ini juga penting karena Indonesia perlu tetap berhati-hati mengejar target zero emisi. Kalau BBG dioptimalkan, benefitnya jelas ada bagi negara,” ujarnya.

Sejumlah kendaraan saat mengantri untuk melakukan pengisian Bahan Bakar Gas di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (15/11/2018). Masih minimnya jumlah Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) di wilayah DKI Jakarta dikeluhkan para pengendara sehingga mereka cukup kesulitan untuk bisa mengisi BBG untuk beroperasi. Tribunnews/Jeprima
Sejumlah kendaraan mengantre untuk melakukan pengisian Bahan Bakar Gas di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (15/11/2018).  (Tribunnews/JEPRIMA)

Dengan begitu, Indonesia tidak semata-mata melakukan konversi kendaraan dari BBM ke listrik yang dianggap ramah lingkungan. Namun juga mendapatkan manfaat dari optimalisasi sumber daya gas. ”Ketersediaan BBG jelas ada. Kan kita juga eksportir BBG,” imbuhnya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Liquid & Compress Natural Gas Indonesia (APLCNGI) Dian Kuncoro mengatakan, rencana pemerintah memberikan insentif atas pembelian kendaraan listrik semestinya juga diikuti dengan insentif kepada kendaraan berbasis BBG.

Baca juga: Thailand Alokasikan Insentif Pembelian Kendaraan Listrik Rp 1,3 Triliun, Indonesia Rp 5 Triliun

Selain infrastruktur kendaraan BBG sudah banyak tersedia, gas bumi merupakan salah satu sumber energi dengan cadangan paling besar di Indonesia.

"Penggunaan BBG juga punya tujuan untuk mendorong peralihan pada penggunaan energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada BBM,' ungkap Dian Kuncoro.

"Biaya konversi ke BBG juga lebih terjangkau antara 15 - 30 juta dan perawatannya juga jauh lebih mudah,” kata Dian.

Untuk mendukung langkah transformasi ke BBG tersebut, pemerintah telah merealisasikan pembangunan berbagai infrastruktur pseperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan Mobile Regasifications Unit (MRU) di berbagai lokasi, khususnya di Jabodetabek.

"Sayangnya kebijakan itu tidak berjalan optimal karena pemerintah kurang total dan tuntas dalam mendorong peralihan ke BBG. Padahal banyak sekali angkutan umum yang sukses dan mampu mengefisiensikan biaya operasional dengan menggunakan BBG," imbuhnya.

Baca juga: Pemerintah Godok Subsidi Mobil Listrik Rp 80 Juta, Menperin: Belum Ada Tambahan Insentif

Iwa menambahkan, Indonesia masih butuh optimalisasi energi eksisting. Bauran energi belum dilakukan secara optimal.

Menurutnya optimalisasi kendaraan listrik bisa dimulai dari daerah-daerah tertentu terutama yang kesulitan mendapatkan pasokan gas.

Dengan begitu, pemerintah bisa sambil mengejar target bauran energi nasional. “Saya setuju sekali dengan kendaraan listrik ini. Tapi saya khawatir dengan biayanya,” kata Iwa.

Termasuk juga tentang rencana pemberian insentif sebesar Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik dan Rp8 juta untuk pembelian sepeda motor listrik yang menurutnya perlu dikaji lebih mendalam.

“Terutama dari sisi besarannya. Dasar hitungannya dari mana? Ini jadi kajian yang bagus juga sebenarnya,” ujarnya.

Sebab prinsipnya, lanjut Iwa, ketika memberikan insentif harus ada benefitnya selain tentu saja benefit berupa mengejar prinsip ramah lingkungan.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia akan memberikan insentif untuk pembelian mobil dan motor listrik mulai Rp 5 juta - Rp 80 juta.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada potongan harga sebesar 80 juta rupiah untuk masyarakat yang membeli kendaraan listrik buatan perusahaan yang memiliki pabrik di dalam negeri.

Ada juga insentif lain untuk mobil hibrida dan sepeda motor listrik. Pemerintah berencana untuk menawarkan subsidi kepada para penjual untuk menutupi biaya.

Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto pada konferensi pers, Rabu 21 Desember kemarin mengatakan, Pemerintah masih merinci berapa banyak yang dapat mereka berikan per penjualan berdasarkan alokasi anggaran. Pemerintah juga mempertimbangkan subsidi penjualan bus listrik, katanya.

Mewakili Presiden Joko Widodo pada acara US-Indonesia Investment Summit 2022, Selasa (6/12), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keynote speech-nya secara daring.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Di konferensi pers yang sama, Presiden Joko Widodo mengatakan, "Kami berharap dengan insentif ini, industri sepeda motor listrik dan mobil listrik akan tumbuh."

Menurut Airlangga, Indonesia menargetkan 20 persen dari keseluruhan penjualan mobil pada 2025 adalah kendaraan listrik.

Diskusi dengan DPR

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, pihaknya akan meminta perizinan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk menindaklanjuti kebijakan pemberian insentif atau subsidi bagi masyarakat, yang mengganti mobil listrik berbasis Battery Electric Vehicle (BEV) dan Hybrid.

"Nanti pemerintah pasti akan minta izin DPR," kata Agus Gumiwang Kartasasmita saat ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Senin (19/12/2022).

Agus memaparkan, nilai pemberian subsidi mobil listrik sebanyak Rp 80 juta dan Rp 40 juta bagi kendaraan listrik berbasis Hybrid itu, masih dalam tahap pembahasan. "Memang belum ada, tapi nanti kan ada kebijakan-kebijakan lain yang bisa kita ambil. Memang belum ada di anggaran 2023 belum ada," tuturnya.

Namun demikian, ia memastikan bahwa tarif subsidi itu diperkirakan tak jauh berbeda dengan apa yang dia sebutkan. "Ini semua lagi kita masih kita bahas mengenai angkanya, tapi kira-kira segitu (Rp 80 juta) insentifnya," tegasnya.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan rencana pemerintah memberikan insentif untuk kendaraan listrik juga dilakukan negara lain.

"Kita harus lihat bahwa sekarang hampir semua negara sudah melakukan," kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Menurut Presiden, pemberian insentif itu juga sudah berdasarkan kalkulasi dan kajian dari praktik serupa di negara-negara Eropa.

Pemberian insentif itu diharapkan dapat mengembangkan industri mobil dan motor listrik di Indonesia dan mendongkrak pendapatan dari pajak ataupun nonpajak.

"Karena ini akan mendorong industri pendukung lainnya," ujar Jokowi.

Jokowi juga mengatakan bahwa insentif untuk angkutan umum memiliki perhitungan yang berbeda, selama diproduksi di dalam negeri.

"Nanti kalau sudah hitung-hitungannya final, keputusan ini final betul, baru akan kita sampaikan," tandas Jokowi.

Tanggapan APM

Marketing Director Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy, mengapresiasi rencana pemerintah yang mendukung elektrifikasi di Indonesia. Sebab, tidak hanya mobil listrik berbasis Battery Electric Vehicle (BEV), tetapi kendaraan hybrid juga akan mendapatkan subsidi.

Namun, Anton mengatakan, APM hingga saat ini masih menunggu aturan tersebut. "Jadi saat ini yang ditunggu adalah bagaimana nanti aturannya. Teknisnya, CKD harus berapa, mirip dengan PPnBM nanti kira-kira akan diberikan dimana," ujar Anton kepada wartawan di sela Journalist Test Drive Innova Zenix, Selasa (20/12/2022).

Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM), Anton Jimmi Suwandy
Marketing Director PT Toyota-Astra Motor Anton Jimmi Suwandy.

"Kemudian pertanyaan lain, itu yang dipotong yang mana. Karena kan PPnBM-nya saja sudah kecil sudah di bawah 10 persen, kalau Rp 40 juta itu kan lebih besar dari 10 persen. Jadi mau potong yang mana?"

Anton mengatakan, karena rencana tersebut sudah disampaikan di publik, maka insentif tersebut bisa diimplementasikan lebih cepat.

"Karena kan sudah ada komentar konsumen jadi menunggu atau jadi ragu-ragu dan tadi saya tanya ke teman-teman itu ada walaupun tidak semua ataupun belum banyak tetapi ada konsumen yang mulai bertanya-tanya apakah sebaiknya menunggu atau tidak," ujarnya.

Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas