Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Otomotif

Jangan Asal Produksi Mobil Listrik, Pikirkan Juga Limbah Baterainya Yang Sangat Berbahaya

Logam berbahaya yang terkandung dalam limbah baterai dapat menyebar melalui lingkungan dan memasuki makanan dan minuman manusia.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Jangan Asal Produksi Mobil Listrik, Pikirkan Juga Limbah Baterainya Yang Sangat Berbahaya
TRIBUN SUMEL/ABRIANSYAH LIBERTO
Seorang sedang melakukan pengisian daya baterai mobil listrik di SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) di Jalan Demang Lebar Daun, Palembang. Limbah baterai elektronik dan kendaraan listrik bila tidak dikelola dengan baik juga berpotensi membahayakan kesehatan manusia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Program kendaraan listrik saat ini terus didengungkan di banyak negara.

Bahkan sebagian negara, termasuk Indonesia telah memulai memproduksi dan mengoperasikan kendaraan menggunakan baterai tersebut.

Fungsi dari kendaraan listrik adalah mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sehingga emisi karbon dan polusi bisa ditekan.

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto meski tujuannya sangat baik untuk lingkungan, namun pada sisi lain mobil listrik juga bisa menimbulkan limbah yang tidak kalah beracun.

Baca juga: Ford Pecat 3.800 Karyawan di Eropa untuk Percepat Produksi Mobil Listrik

"Di sisi lain juga, energi listrik ini yang berbasis baterai, begitu tidak layak pakai ujung-ujungnya menjadi limbah.

Jadi seperti dua mata koin, memberikan manfaat lingkungan berupa emisi yang rendah, tetapi di sisi lain ada ancaman lingkungan," ujar Hery dalam siaran pers, dikutip Rabu (15/2/2023).

Limbah baterai elektronik dan kendaraan listrik juga berpotensi membahayakan kesehatan manusia.

BERITA TERKAIT

Logam berbahaya yang terkandung dalam limbah baterai dapat menyebar melalui lingkungan dan memasuki makanan dan minuman manusia.

Ini dapat menyebabkan efek toksik dan kronis pada tubuh manusia, termasuk kerusakan ginjal, hati, dan otak.

Kemudian dari sisi regulasi, untuk mengurangi pencemaran lingkungan melalui emisi karbon pemerintah mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum.

Walau demikian, menurut Ombudsman, regulasi ini tidak diimbangkan dengan ketersediaan transportasi umum yang ramah lingkungan.

Lebih lanjut Ombudsman menyoroti soal penjualan dan harga pasar. Hery bilang, saat ini kendaraan listrik terutama mobil listrik masih dirasa cukup mahal.

"Harga jual mobil listrik di Indonesia lebih mahal dibanding dengan harga jual mobil listrik di beberapa negara lain.

Baca juga: Ditopang Banting Harga, Penjualan Mobil Listrik Tesla Naik di Januari 2023

Sebagai contoh harga jual mobil listrik Kona Dai Hyundai di Amerika Serikat dan Eropa berkisar di harga Rp 450 juta, di Korea berkisar Rp 350 juta, Australia berkisar Rp 500 juta.

Sedangkan di Indonesia mencapai Rp 698 juta," papar Hery.

Di samping itu, sambung Hery, ada disparitas harga yang cukup tinggi antara harga pabrik dengan harga jual di Indonesia.

Berdasarkan keterangan dari Komunitas Mobil Listrik Indonesia yang ia temukan, terdapat perbedaan yang besar antara harga pabrikan dengan harga jual pasaran.

"Contoh mobil listrik Wuling di Cina harganya berkisar Rp 85-90 juta. Sementara di Indonesia dijual dengan harga Rp 300 juta," sebutnya.

Baca juga: Harga Mobil Listrik Hyundai Ioniq 5, Mulai dari Rp 740 Juta hingga Rp 850 Jutaan

Oleh sebab itu Ombudsman memberikan beberapa saran atas temuan-temuan tersebut.

Ihwal permasalahan limbah baterai, Ombudsman memberi saran di antaranya, agar pemerintah mendorong investor dari bidang industri kendaraan listrik dan stasiun pengisian daya dengan seperangkat insentif yang diberikan.

Pemerintah juga perlu membuka secara luas dan mendorong investor yang bergerak dalam pengelolaan dan daur ulang limbah baterai yang dihasilkan dari penggunaan kendaraan listrik.

“Pemerintah juga perlu membuat regulasi berupa peraturan yang detil dan komprehensif yang dapat diimplementasikan sebagai pedoman baku mengenai pengelolaan atau daur ulang limbah baterai listrik dari penggunaan kendaraan listrik.

Termasuk memberikan tugas dan tanggung jawab pada instansi terkait, terutama dari sisi pengawasnya baik di tingkat pusat maupun daerah,” terang Hery.

Untuk persoalan regulasi, Ombudsman memberikan saran agar regulasi atau kebijakan tentang percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dapat didukung dengan regulasi atau pengaturan pada sektor lainnya, seperti kawasan pariwisata, pusat pendidikan, bandara, transportasi publik dan sektor swasta.

Baca juga: Mobil Listrik Xiaomi Akan Mewujud Tahun 2024, Desainnya Mirip Sedan MacLaren

Selain itu, pemerintah pusat perlu mendorong dan melakukan monitoring terhadap pemerintah daerah untuk membuat regulasi yang mendukung program percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

Sementara ihwal belum maksimalnya pemberian insentif, Ombudsman menyarankan agar pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan dan menginformasikan secara luas serta transparan mengenai pemberian insentif baik fiskal maupun non fiskal sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019.

“Bentuk insentif lainnya juga bisa diberikan jika dipandang dapat menstimulus perkembangan industri dan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai,” pungkasnya.

Daur Ulang Limbah Baretari Mobil Listrik

Melonjaknya produksi kendaraan listrik ternyata telah memicu adanya peningkatan limbah baterai bekas yang dapat merusak tatanan ekosistem lingkungan.

Keprihatinan inilah yang telah mendorong Suzuki Motor Corporation (SMC) untuk melakukan inovasi baru dengan mendaur limbah baterai lithium-ion.

Inisiatif tersebut muncul setelah produksi sampah baterai bekas yang ada di Jepang meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.

Meski baterai lithium-ion berperan besar bagi industri otomotif Jepang, namun kehadiran baterai sekali pakai ini juga turut menyumbang dampak negatif bagi lingkungan.

Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan bahan kimia beracun seperti merkuri, nikel, dan cadmium yang ada pada sisa baterai lithium-ion. Apabila kandungan tersebut larut dalam ke dalam tanah atau sistem air, tentunya dapat mencemari ekosistem lingkungan.

Untuk menangani masalah lingkungan tersebut, Suzuki berinisiatif untuk mengubah sisa limbah baterai lithium-ion dari kendaraan End of Life Vehicles (ELV) menjadi lampu jalan bertenaga surya.

Nantinya baterai lithium-ion dari mobil bekas Suzuki akan dikumpulkan, sisa energi yang terkandung dalam baterai kemudian diubah menggunakan teknologi baru yang dibuat oleh Suzuki.

Meski pihak Suzuki enggan untuk membocorkan rincian lebih lanjut mengenai cara kerja teknologi ini, namun menurut Auto Evolution dengan teknologi baru tersebut nantinya sepuluh baterai lithium-ion bekas dari kendaraan listrik Suzuki bisa dijadikan satu lampu jalan bertenaga surya.

“Teknologi ini akan membantu membuka jalan bagi penggunaan baterai lithium-ion kecil yang lebih efektif di masa depan,” ujar perwakilan Suzuki.

Munculnya inovasi ini lantas mendapat dukungan dari pemerintah Jepang, bahkan untuk mendukung keberlanjutan program daur ulang lithium-ion, pemerintah jepang memberikan bantuan pendanaan untuk Suzuki.

Setelah berhasil dikembangkang di Jepang, rencanannya hasil penelitian program tersebut akan disebarluaskan Suzuki ke sejumlah negara di dunia, hal ini dimaksudkan untuk mendorong pengembangan energi berkelanjutan yang dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Kompas.com/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas